Bagikan:

JAKARTA - Kabar Tesla hendak menanamkan investasi ke Indonesia telah berembus sejak akhir tahun lalu. Kabar ini muncul setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) berbicara dengan Elon Musk melalui telepon pada Desember 2020. Namun, hingga saat ini belum ada kepastian mengenai realisasi investasi tersebut.

Saat ditanya mengenai investasi Tesla, Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa belum ada kepastian. Ia mengatakan yang lebih mengetahui update atau kebar terbaru perkembangan investasi tersebut adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

"Soal Tesla, ini kebetulan di-handle langsung oleh tim yang ada di Kemenko Marves mungkin detailnya mereka yang tahu, kami juga tahu tapi tidak up to date, di Kemenko lebih tahu," ucapnya dalam konferensi pers secara virtual, Jumat, 17 September.

Sebelumnya, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan pembicaraan investasi dengan Tesla masih terus berjalan. Ia mengatakan Tesla yang mengejar pemerintah untuk bisa berinvestasi di Indonesia.

Namun, Luhut enggan bicara detail soal kelanjutan pembicaraan investasi dengan Tesla. Hal ini karena pemerintah terikat perjanjian non-disclosure agreement (NDA).

"Kita bukan negara jelek, tadi malam, kemarin, beberapa waktu lalu, kita terus Tesla ngejar kita, kita diskusi lah. Jangan dianu ya, nanti salah lagi kita, kami sudah tanda tangan NDA soalnya," kata Luhut, dalam Rakernas BPPT 2021 yang disiarkan di YouTube, 9 Maret.

Tesla tak tertarik bangun pabrik baterai di Indonesia

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengungkap bahwa Tesla tak tertarik untuk membangun pabrik baterai listrik di Tanah Air. Kata dia, Tesla justru ingin mengembangkan energy storage system (ESS) atau alias sistem penyimpanan energi.

Pernyataan Nicke sekaligus menjawab pertanyaan publik usai Tesla dikabarkan memilih membangun pabrik mobil listrik di India ketimbang di Indonesia.

"Tesla minat di energy storage, bukan di electric vehicle battery," katanya, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII, Selasa, 9 Februari.

Nicke mengatakan, ketertarikan Tesla untuk mengembangkan ESS dalam negeri diakibatkan adanya rencana penambahan jumlah pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) secara massal di Indonesia. Dengan semakin masifnya PLTS, pasokan listrik ke ESS akan semakin andal, sehingga dinilai menjadi bisnis yang menarik bagi Tesla.

"Dia (Tesla) datang ke Indonesia lihat potensi menjaga keandalan suplai dari PLTS adalah ESS, ini pasar besar," tuturnya.

Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Septian Hario Seto, pada 5 Februari.

Seto mengatakan, proposal rencana investasi yang ditawarkan Tesla berbeda dengan calon mitra yang lain, yakni perusahaan asal China, CATL, dan perusahaan asal Korea Selatan, LG. Dia menyebut, perbedaan ini karena teknologi dasar yang digunakan Tesla berbeda dengan kedua perusahaan lain tersebut.

Menurut Seto, Tesla kemungkinan akan berinvestasi di bidang energy storage system (ESS). ESS ini seperti 'power bank' dengan giga baterai skala besar yang bisa menyimpan tenaga listrik besar hingga puluhan mega watt, bahkan hingga 100 MW untuk stabilisator atau untuk pengganti sebagai pembangkit peaker (penopang beban puncak).

Lebih lanjut, Seto menjelaskan, ketika malam hari di saat konsumsi listrik masyarakat tinggi, ini bisa memanfaatkan ESS ini. Selain itu, Tesla menyampaikan bahwa negara Indonesia yang merupakan negara kepulauan berpotensi mengkombinasikan energi baru terbarukan dengan teknologi ESS ini.

"Mereka sampaikan pada kita bahwa mereka dari sisi permintaan dengan negara lain sudah sangat tinggi, tapi suplai ESS tidak banyak. Mau kerja sama dengan Indonesia dengan negara kepulauan potensi EBT mereka bisa kombinasikan teknologi ESS di Indonesia," kata Seto.