Panglima Militer Filipina Berada di Dalam Kapal yang Disiram dan Ditabrak Penjaga Pantai China, Manila: Eskalasi Serius
Kapal penjaga pantai China menembakkan meriam air ke arah kapal Filipina. (Twitter/@jaytaryela)

Bagikan:

JAKARTA - Filipina pada Hari Senin menyebut tindakan kapal-kapal China terhadap kapal mereka yang tengah melakukan misi pasokan di Laut China Selatan pada akhir pekan, sebagai eskalasi yang serius, di mana pejabat militer tertinggi Manila berada di salah satu kapal.

Manila menuduh penjaga pantai dan milisi maritim China berulang kali menembakkan meriam air ke kapal-kapal pasokan mereka, sehingga menyebabkan "kerusakan mesin yang serius" pada salah satu kapal dan "sengaja" menabrak kapal lainnya.

Belakangan, Panglima Militer Filipina Jenderal Romeo Brawner mengatakan, dirinya berada di dalam kapal yang disemprot dengan meriam air dan ditabrak.

"Ini adalah eskalasi serius yang dilakukan agen Republik Rakyat Tiongkok," kata Jonathan Malaya, juru bicara Dewan Keamanan Nasional dalam konferensi pers di mana para pejabat menunjukkan gambar dan video meriam air dan tabrakan, melansir Reuters 11 Desember.

Sementara itu, Jenderal Brawner mengatakan kepada stasiun radio Filipina DZBB, dirinya tidak terluka akibat insiden tersebut. Dirinya tidak percaya bahwa China mengetahui dia berada di kapal tersebut.

Diketahui, kapal-kapal Filipina berusaha memasok personel militer yang ditempatkan di kapal perang BRP Sierra Madre yang dikandaskan tahun 1999 untuk digunakan sebagai pangkalan.

Terkait itu, Filipina telah mengajukan protes diplomatik dan memanggil Duta Besar Tiongkok atas tindakan "agresif" mereka di Laut Cina Selatan, yang menurut pejabat kementerian luar negeri merupakan "ancaman terhadap perdamaian, ketertiban dan keamanan".

Di sisi lain, Kementerian Luar Negeri Tiongkok mengatakan pada Hari Senin, pihaknya telah mengajukan pernyataan serius dan protes keras kepada pihak Filipina, atas apa yang dikatakannya sebagai bentrokan pada Hari Minggu.

Kapal-kapal Filipina "mengabaikan peringatan penjaga pantai Tiongkok dan bersikeras bergegas ke" perairan dekat Second Thomas Shoal, kata juru bicara kementerian Mao Ning pada konferensi pers, seraya menambahkan tindakan Tiongkok "profesional, masuk akal dan legal".

Mao mengatakan, tanggung jawab atas :keadaan darurat yang berulang kali terjadi" di perairan dangkal yang disengketakan itu terletak pada pihak Filipina, yang “menolak untuk menarik kapal perang yang terdampar secara ilegal dan berusaha memperkuat mereka untuk mencapai pendudukan permanen".

Tiongkok mendesak Filipina untuk menghentikan "pelanggaran dan provokasi maritim" serta menghentikan "serangan dan pencemaran nama baik yang tidak berdasar" terhadap Tiongkok, katanya.

Ini bukan pertama kalinya Tiongkok menggunakan meriam air terhadap kapal-kapal Filipina yang melakukan misi pasokan di Laut China Selatan. Pada Bulan Agustus, Filipina menunda misi pasokan ulang selama dua minggu setelah kapal mereka disemprot.

Konfrontasi maritim antara Filipina dan Tiongkok pada akhir pekan terjadi kurang dari sebulan setelah pemimpin kedua negara bertemu di sela-sela KTT APEC di San Francisco, Amerika Serikat bulan lalu, merumuskan langkah-langkah ke depan di Laut Cina Selatan.

"Ada disonansi antara apa yang dikatakan dan dijanjikan dengan apa yang terjadi di perairan," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Filipina Teresita Daza dalam pengarahan pada Hari Senin.

Diketahui, Negeri Tirai Bambu mengklaim kedaulatan atas hampir seluruh Laut Cina Selatan, merujuk pada garis di petanya yang memotong zona ekonomi eksklusif Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam dan Indonesia. Pengadilan Arbitrase Permanen pada tahun 2016 memutuskan, garis pada peta Tiongkok tidak memiliki dasar hukum. Itu ditolak oleh Beijing.