Anies Sebut RUU DKJ yang Atur Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden Ironis
Calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan (Foto: DOK Timnas AMIN/Diah Ayu)

Bagikan:

JAKARTA - Calon presiden nomor urut 1, Anies Baswedan tak sepakat dengan aturan mengenai Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta ditunjuk oleh Presiden RI yang termuat dalam Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ).

Sebagai mantan Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022, Anies memandang Jakarta merupakan provinsi dengan tingkat demokrasi yang cukup tinggi. RUU DKJ, menurut dia, malah memundurkan kebebasan demokrasi.

"Ini ironis. Kota yang warga yang sangat matang dalam berdemokrasi, seharusnya kota yang menjadi percontohan untuk kebebasan berdemokrasi. Jangan sampai malah demokrasi itu mundur," kata Anies kepada wartawan di Lampung, Kamis, 7 Desember.

Kebebasan demokrasi di Jakarta, lanjut Anies, dipamerkan dengan predikat Armoni Award yang diberikan oleh Kementerian Agama pada tahun 2020.

"Artinya, masyarakat yang rukun aman, damai, bisa berdemokrasi dengan baik di tempat yang tingkat demokrasi yang paling tinggi malah justru dipangkas kebebasan berdemokrasinya," ungkap dia.

Racanngan Undang-Undang tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) resmi disetujui menjadi usulan inisiatif DPR RI. Salah satu aturannya, yakni pada Pasal 10, disebutkan bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur DKJ ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD.

Keputusan itu ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-10 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2023-2024 di Gedung Parlemen, Senayan. Penyusunan draf RUU DKJ sebelumnya dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi alias Awiek mengklarifikasi bahwa aturan Gubernur-Wagub DKJ dipilih oleh Presiden RI itu untuk menegaskan kekhususan Jakarta setelah statusnya tak lagi menjadi ibu kota negara.

"Kekhususan yang diberikan, kita bersepakat bahwa kekhususan termasul yang paling utama itu dalam sistem pemerintahannya," kata Awiek di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 5 Desember.

Kemudian, untuk menjembatani keinginan politik antara yang menginginkan kekhususan ditunjuk secara langsung dari aturan ini, DPR menambahkan aturan bahwa pengangkatan dan pemberhentian Gubernur-Wagub DKJ memperhatikan pendapat dari DPRD.

Jalan tengah tersebut, menurut Awiek, tetap berlandaskan pada azas demokrasi. Karena pemilihan meskipun tidak langsung, tetap melalui mekanisme dari DPRD.

"Itu proses demokrasinya di situ. Jadi tidak sepenuhnya proses demokrasi hilang. Karena demokrasi itu tiddak harus bermaknsa pemilihan langsung. Pemilihan tidak langsung juga bermaksa demokrasi. Jadi ketika DPRD mengusulkan, di situ proses demokrasinya, sehingga tidak semuanya hilang begitu saja," ungkap Awiek.