Bagikan:

JAKARTA - Penanganan kasus Wakil Wali Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) Fery Sofyan, yang menjadi tersangka kasus dugaan pelanggaran izin lingkungan masih menunggu hasil penelitian jaksa

"Jadi sekarang kami masih menunggu hasil penelitian jaksa. Apa hasilnya, kita lihat nanti," kata Kapolres Bima Kota, AKBP Haryo Tedjo Wicaksono kepada wartawan di Mataram seperti dikutip dari Antara, Selasa, 16 Februari. 

Fery Sofyan yang kini masih aktif menjabat Wakil Wali Kota Bima ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melanggar Pasal 109 Juncto Pasal 36 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pasal tersebut menjelaskan pidana terhadap perorangan atau badan usaha yang melakukan kegiatan tanpa mengantongi izin lingkungan. Ancaman pidananya paling lama tiga tahun penjara dan denda paling banyak Rp3 miliar. Karena ancaman hukumannya di bawah empat tahun penjara, hingga kini pihak kepolisian tidak melakukan penahanan terhadap tersangka.

Haryo mengatakan, Fery diduga melakukan pembangunan Dermaga Jetty tanpa mengantongi izin lingkungan. Hal itu pun dipastikannya berdasarkan alat bukti yang didapatkan penyidik. Fery diduga sebagai otak pembangunan Dermaga Jetty tersebut.

"Dia yang membuat, pemilik dan pembuat jetty-nya, yang memerintahkan pelaksanaan itu dia. Tetapi tidak ada izinnya. Seharusnya ada dari LHK," ujarnya.

Selain itu, penetapan sebagai tersangka juga telah dikuatkan dari pendapat ahli yang menganalisa adanya kerusakan ekosistem laut akibat adanya pembangunan Dermaga Jetty tanpa izin tersebut.

"Ahli menyatakan ada kerusakan. Ada kerugian ekonomi dan kerugian ekologi," ucap dia.

Sebagai tersangka, Fery pernah mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Bima. Salah satunya terkait penetapannya sebagai tersangka. Namun pengajuan tersebut telah ditolak oleh hakim tunggal Horas El Cairo Purba pada 15 Desember 2020.