Bagikan:

MATARAM - Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat menetapkan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Kadistanbun) NTB Husnul Fauzi sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan benih jagung tahun anggaran 2017.

Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati NTB Gunawan Wibisono mengatakan Husnul Fauzi sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) diduga telah melakukan intervensi terhadap unit layanan pengadaan (ULP) barang dan jasa.

"Secara melawan hukum, tersangka Insinyur HF (Husnul Fauzi) telah melakukan perbuatan yang memberikan pengaruh pada unit layanan pengadaan dalam rangka penunjukan langsung yang seharusnya tidak dilakukan yang bersangkutan," kata Gunawan dikutip Antara, Selasa, 9 Februari.

Tersangka Husnul Fauzi, kata dia, melakukan hal tersebut pada tahap awal kegiatan pengadaan. Dugaan perbuatannya, lanjut Gunawan, berimbas pada tugas dan fungsi pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek berinisial IWW yang juga ditetapkan sebagai tersangka.

"IWW dalam perannya sebagai PPK, tidak secara cermat menjalankan tugasnya sesuai mekanisme pengadaan. Namun dengan restu tersangka HF, IWW melaksanakan tugas tanpa memperhatikan mekanisme pengadaan," ujarnya.

Dalam mekanismenya, lanjut Gunawan, komoditas benih jagung harus memenuhi standar sertifikat yang resmi dikeluarkan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Pertanian (BPSB-P) NTB.

"Namun dari penghimpunan data dan fakta dari alat bukti, diperoleh bahwa benih jagung tersebut sebagian besar tidak bersertifikat," imbuhnya.

Selain mengungkap peran tersangka dari kalangan pemerintahan, turut ditetapkan tersangka dari pihak pelaksana proyek pengadaan.

"Mereka berinisial LIH selaku direktur PT. WBS dan AP selaku direktur PT. SAM," ujarnya.

Untuk kedua tersangka dari pihak swasta, jelasnya, mereka diduga tidak mempedomani ketentuan yang ada dalam mekanisme pengadaan, yakni menyalurkan benih jagung yang bersertifikat.

"Sehingga benih jagung yang mereka terima (dari pihak produsen di Jawa Timur), langsung mereka serahkan ke petani yang nyatanya tidak bisa ditanam dan mengakibatkan masyarakat petani dirugikan," kata Gunawan.

Karenanya, Gunawan meyakinkan dalam kasus ini telah muncul kerugian negara. Namun terkait nilai kerugiannya, kejaksaan masih menunggu hasil penghitungan tim auditor.

"Sementara ini masih koordinasi dengan auditor. Namun kami yakini bahwa dalam waktu dekat apa yang di audit ini akan ada progres (nilai kerugian negara),” ujar Gunawan.

Hal itu dipastikan berdasarkan hasil temuan dari proses penghitungan mandiri penyidik. Dari PT. WBS, ditemukan kerugian sekitar Rp7 miliar. Sedangkan dari PT. SAM, kerugian yang muncul mencapai Rp8,45 miliar.

"Nilai ini hitungan kami sementara. Bahan ini yang juga kami koordinasikan dengan auditor," katanya.

Keempat tersangka dikenakan Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP dan atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.