Bagikan:

JAKARTA - Perhelatan MIKTA Speakers Consultation ke-9 di Jakarta menghasilkan komitmen terhadap perdamaian di Palestina. Kesepakatan 5 parlemen negara middle power itu dinilai tidak terlepas dari peran Ketua DPR RI Puan Maharani yang terus menyuarakan kemerdekaan Palestina sebagai pimpinan MIKTA tahun ini.

“Seruan untuk penghentian kekerasan melalui ceasefire di Gaza adalah salah satu inisiatif ketua DPR RI yang layak diapresiasi,” kata Dosen Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia (UI), Shofwan Al Banna Choiruzzad, Rabu 22 November.

DPR menjadi tuan rumah penyelenggaraan MIKTA Speaker's Consultation ke-9 yang merupakan forum konsultatif ketua parlemen negara anggota MIKTA pada Senin (20/11) kemarin. MIKTA sendiri merupakan grup negara-negara kekuatan menengah (middle power) yang terdiri atas Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia.

Forum parlemen tersebut menghasilkan 15 sikap dari seluruh pimpinan parlemen anggota MIKTA yang tertuang dalam Chair’s Statement. Salah satunya adalah terkait perdamaian di Palestina yang hingga saat ini masih menghadapi agresi militer dari Israel. Seperti diketahui, perang di Jalur Gaza telah menyebabkan lebih dari 13 ribu jiwa melayang yang banyak di antaranya merupakan anak-anak, perempuan, dan lansia.

Dalam MIKTA Speaker's Consultation ke-9, Puan terus menyerukan kemerdekaan bagi Palestina. Termasuk saat Puan memimpin courtesy call atau kunjungan kehormatan para Ketua Parlemen negara MIKTA dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Sebagian besar parlemen anggota MIKTA pun mendorong agar dilakukannya gencatan senjata, meski beberapa negara memiliki perbedaan pandangan terkait cara penanganan perang antara Israel dan Palestina. Shofwan mengatakan, sikap parlemen MIKTA itu tak terlepas dari peran Puan yang secara konsisten dan tegas memperjuangkan perdamaian di Palestina.

“Indonesia menjadi inisiator yang membuat MIKTA dan negara-negara menengah lain memiliki suara lebih kuat dalam politik internasional, menginjeksikan akal sehat dan hati nurani di tengah ketegangan geopolitik negara-negara adidaya,” tuturnya.

“Sebagai perwujudan dari suara rakyat, DPR RI dan parlemen negara-negara MIKTA mewakili aspirasi rakyat masing-masing untuk menghadirkan dunia yang lebih damai dan sejahtera bagi seluruh umat manusia,” lanjut Shofwan.

Menurut Executive Secretary ASEAN Study Center UI itu, keketuaan DPR pada MIKTA tahun ini memiliki andil besar bagi Indonesia dalam menghadapi isu geopolitik. Lewat forum MIKTA, kata Shofwan, Indonesia dapat menyampaikan sikapnya dan memperjuangkan kepentingan nasional maupun kepentingan internasional.

“DPR dapat turut serta menjadi kekuatan bagi Indonesia untuk mewujudkan tujuan nasional kita mewujudkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial,” ungkapnya.

Shofwan menilai, MIKTA Speaker's Consultation ke-9 yang digelar di Jakarta menghasilkan kebijakan yang dapat memiliki dampak global. Sebab dalam Chair’s Statement juga disampaikan bahwa parlemen negara MIKTA mendorong dan siap mengakomodir bantuan kemanusiaan bagi masyarakat di Jalur Gaza yang terjebak perang.

“Hasil MIKTA Speaker's Consultation ke-9 cukup jelas dan tegas. Substansinya tajam. Meski ada perbedaan pandangan, semua mengutuk serangan pada masyarakat sipil. Kebanyakan anggota MIKTA juga menuntut gencatan senjata segera dan akses kemanusiaan yang berkelanjutan dan aman di Gaza,” terang Shofwan.

Chair’s Statement dalam MIKTA Speaker's Consultation ke-9 juga turut menekankan pentingnya peran Parlemen dan Ketua Parlemen negara-begara MIKTA dalam mendorong dialog dan kerja sama guna menjunjung tinggi nilai-nilai universal kemanusiaan, keadilan, dan inklusivitas berdasarkan multilateralisme.

Forum konsultasi ketua parlemen negara MIKTA di Jakarta pun tak hanya sekadar mendorong perdamaian di Palestina, tapi juga negara-negara lain yang tengah mengalami krisis kemanusiaan. Baik bagi Ukraina yang masih berperang dengan Rusia, Myanmar yang masih berada dalam konflik kemanusiaan, hingga isu-isu stabilitas keamanan seperti konflik Laut Cina Selatan.

Oleh karenanya, Shofwan menganggap posisi MIKTA di tingkat global cukup penting dalam menemukan solusi dari berbagai tantangan dunia, termasuk lewat jalur diplomasi parlemen.

“Jalur parlemen yang menghubungkan parlemen negara-negara MIKTA dan kemudian negara-negara G20 adalah salah satu jalur penting untuk dapat mendorong agenda bersama negara-negara Middle Power untuk memastikan politik internasional yang damai dan kondusif untuk kesejahteraan umat manusia,” papar Doktor lulusan Ritsumeikan University, Jepang tersebut.

Sebagai negara-negara middle power, MIKTA dianggap memiliki bobot penting untuk menghadirkan stabilitas dunia dengan menjadi pembangun jembatan dan memastikan suara negara-negara di luar para negara adidaya. Apalagi di tengah ketegangan geopolitik dunia antara Amerika Serikat sebagai negara adidaya lama dan Tiongkok sebagai kekuatan baru.

Bagi Indonesia sendiri, menurut Shofwan, MIKTA dapat memiliki peranan penting. MIKTA disebut dapat menjadi salah satu cara yang proaktif dalam membentuk arah politik internasional dan mencegah instabilitas global.

“Dengan demikian MIKTA dapat membantu menjaga keberlanjutan pembangunan nasional. MIKTA juga dapat menjadi platform untuk mengakses berbagai sumber daya baru,” jelas Shofwan.