Bagikan:

JAKARTA – Entah apa yang ada di kepala RAD, seorang ibu di Depok yang tega menjual anak kandungnya kepada pria berkebangsaan Mesir, TM. Beruntung, rencana bejat sang ibu tidak sepenuhnya berhasil dan ia kini ditangkap Polres Metro Depok.

RAD rupanya gelap mata karena terlilit utang pinjaman online (pinjol) sampai Rp100 juta. Demi melunasi utangnya tersebut, RAD berniat menjual anaknya, ABH, kepada TM. Tak tanggung-tanggung, putrinya yang baru berusia 15 tahun ini disuruh menjalani kawin kontrak.

Poster berisi ajakan menjadi Perempuan Berdaya dari Rumah untuk Dunia. (Human Education Centre)

Tapi rencana kawin kontrak gagal lantaran ABH menolak melakukan hubungan seksual dengan TM, sehingga RAD hanya mendapat duit Rp6 juta yang diterima secara bertahap.

“Kawin kontraknya tidak ada dan tidak jadi karena dua kali si korban memberontak dan hanya dicabuli saja,” demikian keterangan Wakil Kasat Reskrim Polres Metro Depok, AKP Markus Simaremare, Selasa, 14 November.

Lingkaran Setan Pinjol

Dalam beberapa tahun terakhir, popularitas platform pinjol makin meningkat bagi masyarakat yang membutuhkan tambahan dana. Tak sedikit juga orang yang memanfaatkan jasa pinjol untuk memenuhi tujuan finansialnya.

Tapi seiring berjalannya waktu, keberadaan pinjol justru meresahkan. Segala kemudahan yang ditawarkan layanan pinjam meminjam berbasis teknologi informasi ini membuat banyak orang tergiur untuk memanfaatkannya, termasuk kalangan ibu-ibu. Ironisnya, para ibu rumah tangga seringkali memanfaatkan pinjol hanya untuk memenuhi gaya hidup, bukan untuk kebutuhan mendesak. 

Hal ini membuat banyak ibu rumah tangga yang terjebak pinjol bahkan yang bersifat ilegal, seperti yang diungkapkan Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi. Ibu rumah tangga menempati peringkat tiga kalangan yang paling banyak terjerat pinjol, di bawah guru dan korban pemutusan hubungan kerja (PHK).

Keberadaan pinjol di satu sisi memang bisa memudahkan. Karena dengan pinjol, terkadang kebutuhan finansial yang cukup mendesak bisa teratasi dengan cepat dan mudah.

Tapi di sisi lain, pinjol ini seperti lingkaran setan. Banyak juga yang memanfaatkan pinjol untuk bayar utang. Membuka pinjol satu untuk menutup pinjol lainnya. Seperti kata pepatah, gali lubang tutup lubang.

Ibu rumah tangga berada di peringkat ketiga golongan yang paling banyak terjerat pinjol ilegal. (Antra/Frislidia)

Buntutnya, alih-alih menyelesaikan masalah, pinjol justru menjadi mimpi buruk. Tidak jarang orang memiliki utang dari puluhan hingga belasan pinjol!

Rendahnya literasi keuangan dianggap menjadi penyebab utama mengapa banyak orang, terutama ibu rumah tangga, terjebak pinjol ilegal. Padahal literasi keuangan memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi kebutuhan dasar yang seharusnya dipahami setiap individu, termasuk para ibu.

Melansir laman Otoritas Jasa Keuangan (OJK), literasi keuangan adalah pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan yang memengaruhi sikap dan perilaku untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan untuk mencapai kesejahteraan keuangan masyarakat.

Rendahnya literasi keuangan di Indonesia bukan dongeng belaka. Berdasarkan survei OJK pada 2022, indeks literasi keuangan penduduk Indonesia masih terbilang rendah meski mengalami kenaikan setiap tahunnya.

Tahun lalu misalnya, indeks literasi keuangan penduduk Indonesia sebesar 49,68 persen. Artinya, dari 100 orang penduduk, hanya separuhnya yang memiliki literasi keuangan yang baik. Angka ini naik dibanding tahun 2013, 2016 dan 2019 yang masing-masing hanya 21,84 persen, 29,70 persen, dan 38,03 persen.

Karena alasan ini, OJK terus berupaya meperkuat literasi dan inklusi keuangan bagi pelaku UMKM dan ibu rumah tangga. Ini dilakukan semata-mata demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

"Mempertimbangkan perannya yang begitu penting, segmen UMKM dan perempuan perlu dibekali dengan keterampilan literasi keuangan dalam menghadapi tantangan keuangan yang semakin kompleks," kata Friderica pada 12 September lalu.

"UMKM adalah pilar perekonomian Indonesia, perempuan berperan penting dalam kesuksesan keluarga dan semuanya bermula dari literasi keuangan sebagai fondasi keluarga sejahtera," ujar Friderica mengimbuhkan.

Jadi Perempuan Berdaya

Di era sekarang ini, di mana berbagai kebutuhan makin meningkat, menemukan perempuan yang ikut berperan dalam menopang perekonomian keluarga dengan dengan cara bekerja adalah hal yang lumrah. Tak hanya membantu perekonomian keluarga, ibu yang bekerja juga menjadi salah satu cara agar perempuan mandiri secara finansial dan berdaya.

Menurut riset, kaum ibu yang memiliki penghasilan sendiri membuatnya lebih percaya diri dalam mengambil keputusan dalam urusan rumah tangga. Selain itu, ibu yang berdaya akan menjadi role model atau panutan bagi generasi selanjutnya, seperti yang dituturkan perencana keuangan keluarga, Nadia Harsya.

“Perempuan yang melek literasi finansial dan berdaya tidak hanya membantu perekonomian keluarga, tapi juga lebih percaya diri dan bahagia, serta menjadi role model bagi generasi selanjutnya,” kata Nadia.

Senada, psikolog keluarga Melok Roro Kinanthi juga menilai banyak dampak positif yang dihasilkan ketika seorang ibu berdaya dan memiliki penghasilan sendiri. Menurut Melok, ibu yang berdaya akan merasa lebih kompeten dan percaya diri dalam menghadapi berbagai tantangan atau stressor yang timbul dalam keluarga.

Rendahnya literasi keuangan menjadi salah satu penyebab ibu rumah tangga banyak terjerat pinjol ilegal. (Unsplash/Natasha Hall)

“Dalam budaya masyarakat patriaki, di mana pria merupakan sosok yang dominan dalam rumah tangga, ibu yang berpenghasilan memiliki peluang untuk lebih didengar ide, pandangan, dan masukannya tentang keluarga (bukan semata-mata semua ditentukan secara sepihak oleh ayah). Dengan demikian, keluarga memiliki pilihan-pilihan yang lebih variatif dalam mengelola kehidupan sehari-hari,” kata Melok kepada VOI.

Selain itu, Melok mengatakan ibu yang berpenghasilan memiliki peluang melakukan kegiatan yang lebih variatif saat me time serta mengurangi perasaan bersalah karena menggunakan uang suami untuk bersenang-senang sendiri. Saat ibu memiliki kesempatan me time yang lebih baik, maka ibu dapat mengelola stres dengan lebih baik pula.

“Jika ibu bisa mengelola stres dan senang, maka ibu bisa menjalankan peran pengasuhan anak dan peran domestik lain dengan lebih  baik,” pungkas Melok, Dosen Psikolog di Universitas YARSI.

Perempuan, khususnya ibu, memiliki peran penting dalam membangun keluarga yang sejahtera. Dan untuk bisa turut andil dalam menciptakan keluarga sejahtera, seorang ibu harus berdaya serta melek finansial, yang salah satunya bisa dicapai dengan memiliki penghasilan sendiri.