Kuasa Hukum Irjen Napoleon Protes, Tuntutan JPU Hanya  <i>Copy Paste</i>  dari Dakwaan dan Tidak Angkat Fakta
Ilustrasi-Gedung Tipikor Jakarta (Foto: Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Kuasa hukum terdakwa Irjen Napoleon, Santrawan Paparang protes soal tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) perkara dugaan suap penghapusan red notice

Tuntutan itu tidak berdasarkan fakta selama proses persidangan. Sebab, ada beberapa hal yang tindak muncul dalam tuntutan. 

"Tuntutan pidana JPU itu copy paste aja dari dakwaan. Sehingga ada hal teknis yang seharusnya diangkat menjadi fakta dalam persidangan itu tidak diangkat," ucap Santrawan kepada wartawan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa, 15 Februari.

Santrawan bilang, salah satu contoh fakta yang tidak diangkat oleh jaksa dalam tuntutan itu yakni tak terbuktinya pemberian uang dari Tommy Sumardi kepada Irjen Napoleon Bonaparte.

"Keterangan dari Tommy Sumardi hanya bertumpu pada dirinya sendiri dan itu kita bantai habis dalam persidangan. Sehingga fakta-fakta yang mengatakan telah terjadi penyerahan uang dari Tommy Sumardi ke Irjen Pol Napoleon Bonaparte, nol (tidak terbukti)," tegas Santrawan.

Dengan dasar itu, seharusnya jaksa menjatuhkan tuntan bebas kepada Irjen Napoleon.

"Kalau ada fakta dalam proses persidangan, jaksa seharusnya berani tuntut bebas karena negara memberi kewenangan kepada jaksa untuk mengajukan tuntutan bebas kalau tidak terbukti tuntut bebas dong kalau berani," kata dia.

Sebelumnya diberitakan, Irjen Napoleon Bonaparte dituntut dengan pidana penjara selama 3 tahun. Selain itu, Napoleon juga diminta membayar denda senilai Rp100 juta subsider 6 bulan.

"Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 3 tahun dengan perintah agar terdakwa ditahan di rumah tahanan," ucap Jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, 15 Februari.

Keputusan jaksa penuntut soal tuntutan terhadap Irjen Napoleon berdasarkan dua pertimbangan. Kedua hal itu yakni hal yang memberatkan dan meringankan.

Untuk hal yang memberatkan, Irjen Napoleon dinilai tidak mendukung pemerintah untuk memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme. Perbuatan terdakwa merusak kepercayaan masyarakat kepada instusi penegak hukum.

"Sementara hal yang meringankan, terdakwa kooperatif selama peraidangan. Kemudian terdakwa juha baru sekali melakukan tindak pidana," kata dia.

Dengan dua pertimbangan itu, Napoleon dianggap telah melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.