JAKARTA – Korban robot trading Net89 mengaku tidak puas dengan hasil putusan sidang Pengadilan Negeri Tangerang yang dinilai janggal dalam penanganan hukum.
Salah satu kuasa hukum korban, Herdiyan Saksono Zoulba mengatakan bahwa pihaknya bersama-sama dengan kuasa hukum para korban Net89, bersatu untuk menuntaskan persoalan ketidakadilan kejahatan robot trading yang melakukan penipuan besar-besaran kepada para korbannya.
Herdiyan menjelaskan, baru-baru ini dia dan beberapa kuasa hukum korban Net89 mendatangi Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung, untuk mempertanyakan kelanjutan penanganan hukum yang sudah sempat bersidang di Pengadilan Negeri Tangerang.
"Kami audiensi ke Jampidum untuk mempertanyakan langkah hukum berikutnya bagaimana? Karena kami mewakili korban-korban, ini sangat-sangat mengecewakan dengan keputusan pengadilan Tangerang kemarin. Mohon supaya Jampidum menanggapi," ucap Herdiyan dalam keterangan tertulis, Selasa, 14 November.
Herdiyan juga menegaskan, korban robot trading Net89 ini sangat banyak. Bahkan setiap kantor hukum ini menerima laporan yang berjumlah ratusan dan terus bertambah.
“Di dalam Paguyuban Cakrawala Keadilan itu, terdapat tiga Law Firm atau kantor hukum yang masing-masing memiliki laporan dari para korban dengan total kerugian belasan miliar rupiah. Kami ada beberapa mewakili beberapa korban. Saya sendiri 846 orang dengan nilai kerugian Rp72 miliar," terang Herdiyan.
BACA JUGA:
Menurut catatan sementara, masing-masing law firm mendapat laporan lebih dari ratusan orang korban Net89.
"Kalau saya 131 orang dengan jumlah kerugian Rp33 miliar," kata Ferry Yuli Irawan, kuasa hukum korban lainnya.
"Saya sebanyak 896 orang total kerugian Rp115 miliar," kata pihak mewakili Rachim Syahputra.
"Kami dari MCA, jumlah korbannya 476 orang, kerugiannya Rp76 miliar," kata pihak mewakili Muhammad Zainul Arifin.
"Kami bergabung, para pelapor Net89 meminta kelanjutan penanganan perkara ini. Satu-satunya (penanganan kejahatan) robot trading yang hasilnya hasilnya mengecewakan," lanjut Herdiyan.
Perwakilan korban Muhammad Zainul Arifin mengaku telah menemukan banyak kejanggalan yang terjadi antara PN Tangerang terhadap proses persidangan terdakwa.
"Kami menemukan beberapa kejanggalan-kejanggalan yang terutama mengenai pelimpahan berkas ke pengadilan." Timpal perwakilan korban Muhammad Zainul Arifin.
Advokat yang tergabung di Cakrawala Keadilan itu mengatakan, kejanggalan saat praperadilan bahwa tidak seharusnya eksepsi terdakwa diterima.
Alat bukti, lanjut Herdiyan, sudah lengkap dan sudah dihadirkan dalam persidangan. Namun para pengacara ini menduga ada kejanggalan yang terjadi antara PN Tangerang dan Jampidum.
"Kejanggalan yang perlu disampaikan adalah masalah praperadilan. Melihat putusannya itu ada alat bukti yang menurut pihak hakim tidak sah. Padahal kalau kita melihat ada alat bukti, salah satunya transaksi dari korban kami ada melakukan transferan ke tersangka tetapi itu dianulir," jelasnya.
Menurut para ahli hukum ini, bahwa markas sudah lengkap dan P21 seharusnya sudah tidak ada lagi praperadilan.
BACA JUGA:
Bukan hanya itu saja, kata Herdiyan, setelah berkas sudah P21 dan diserahkan kepada kejaksaan untuk segera melakukan persidangan, otomatis praperadilan itu sendiri sudah gugur dan tersangka sudah sah menjadi terdakwa.
"Sebenarnya saat para tersangka berkasnya sudah masuk pengadilan mereka menjadi terdakwa. Artinya praperadilan itu sudah gugur," sebutnya.
Herdiyan juga mengungkapkan, dalam perkara ini masih ada dua tersangka melarikan diri ke luar negeri. Karena masih ada tersangka yang melarikan diri ini, menurutnya, persidangan harus tetap dilangsungkan.
"Ada dua tersangka melarikan diri ke Kamboja. Menurutku walaupun orang itu kabur atau melarikan diri itu, persidangan harus tetap jalan dan ada unsur pemberatan di situ." pungkasnya.
Pihaknya berharap agar para pemangku keadilan di Indonesia terutama dalam kasus penipuan robot trading Net89, harus diusut tuntas sampai ke akar-akarnya, dan dana korban dikembalikan.
"Karena robot trading yang sebelumnya itu jelas berlanjut sampai ada putusan pengadilan di mana semua dana korban dikembalikan lagi ke korban." tutup Herdiyan.