Bagikan:

JAKARTA - Kesembilan hakim konstitusi telah menggelar rapat musyawarah untuk memilih Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2023-2028 pengganti Anwar Usman yang sebelumnya diberhentikan Majelis Kehormatan MK (MKMK).

Rapat musyawarah dipimpin oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra secara tertutup. Dalam rapat tersebut, musyawarah berjalan mufakat dan menetapkan Suhartoyo sebagai Ketua MK yang baru.

Hal ini diungkapkan Saldi dalam pengumuman hasil rapat musyawarah di ruang sidang utama Gedung MK yang dihadiri oleh seluruh hakim Konstitusi.

"Yang disepakati dari hasil tadi untuk menjadi ketua Mahkamah Konstitusi ke depan adalah Bapak Doktor Suhartoyo dan saya tetap menjalankan tugas sebagai Wakil Ketua," kata Saldi di Gedung MK, Kamis, 9 November.

Suhartoyo merupakan hakim konstitusi yang telah menjabat sejak Januari 2015. Sebelum berkarier di MK, Suhartoyo adalah hakim karier di lingkungan peradilan umum dengan penuhasan terakhir di Pengadilan Tinggi Denpasar.

Dijelaskan Saldi, rapat permusyawaratan hakim (RPH) yang digelar sejak pukul 09.00 WIB tersebut memunculkan dua nama yang diusulkan sebagai Ketua MK.

"Pertemuan tadi memunculkan 2 nama, karena yang lain tidak menyatakan bersedia jadi ketua, sehingga memunculkan 2 nama, secara berurutan yakni Saldi Isra dan Bapak Doktor Suhartoyo," ungkap Saldi.

Untuk mengerucutkan pilihan dari dua nama tersebut, ketujuh hakim memberi kesempatan kepada Saldi dan Suhartoyo untuk berdiskusi mengenai siapa yang bersedia melanjutkan kepemimpinan di MK.

Setelah disepakati, hakim konstitusi yang tadi keluar ruangan dipanggil dan kita duduk bersembilan dan dilaporkan bahwa itu hasilnya. Bertujuh di luar kami berdua menerima hasil itu sebagai kesepakatan bersama. Itulah wujud musyawarah mufakat kami yanh dilakukan di ruang RPH di lantai 16 tadi pagi," jelasnya.

Sebagai informasi, pemilihan Ketua MK baru ini menindaklanjuti hasil putusan MKMK yang memberhentikan Anwar Usman. Dalam putusan pelanggaran etik hakim konstitusi yang dibacakan pada Selasa, 7 November, Ketua MKMK Jimly Asshidiqqie menyatakan, Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitsusi.

Jimly menyebut paman dari bakal calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka ini mebuka ruang pihak luar untuk mengintervensi perumusan putusan MK dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang membolehkan kepala daerah belum berusia 40 tahun maju sebagai capres-cawapres.

"Hakim terlapor (Anwar Usman) terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Independensi, Penerapan angka 1, 2, dan 3," ungkap Jimly.

Hal ini didukung oleh sikap Anwar Usman yang terlibat dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) atas perkara 90/PUU-XXI/2023, setelah sebelumnya absen dalam RPH perkara uji materi serupa.

"Hakim terlapor (Anwar Usman) tidak mundur dari penanganan perkara 90/PUU-XXI/2023, padahal secara nyata-nyata terdapat benturan kepentingan, karena perkara 90/PUU-XXI/2023 berkaitan langsung dengan kepentingan keluarga hakim terlapor, yaitu Gibran Rakabuming Raka," ungkap Jimly.

Imbas pemberhentian Anwar sebagai Ketua MK, MKMK memerintahkan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi untuk memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan MK yang baru dalam waktu 2x24 jam.

MKMK juga melarang Anwar Usman, yang kini hanya menjadi Anggota MK, untuk kembali mencalonkan diri sebagai Ketua MK sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.