Tak Mundur dari Hakim MK, Anwar Usman Bisa Dijerat Pidana
Anwar Usman di Gedung Mahkamah Konstitusi (Diah Ayu/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan memberhentikan Anwar Usman sebagai Ketua MK karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat terkait putusan batas minimal usia capres cawapres.

Pengamat Politik dari Universitas Veteran Jakarta, Danis TS Wahidin menilai Anwar Usman bisa dijerat pasal pidana apabila tidak mengundurkan diri dari kursi hakim MK.

Danis mulanya berpendapat, krisis konstitusi belum bisa dipulihkan sepenuhnya pasca vonis MKMK. Pasalnya, putusan MKMK bisa dimaknai sebagai pembuktian bahwa memang terjadi intervensi terhadap proses kandidasi di pemilu 2024. Yakni, terhadap pencalonan putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka.

Karena itu, menurutnya, perlu langkah-langkah korektif untuk memperbaiki kepercayaan publik terhadap jalannya pemilu yang fair dan bermartabat. Pertama, Anwar Usman harus mundur sebagai hakim MK.

“Secara struktur MK, beliau masih hakim. Dan upaya-upaya yang mendorong Anwar Usman untuk mundur sangat beralasan. Karena beliau melakukan konflik kepentingan dan mencoreng nama MK,” ujar Danis, Rabu, 8 November, malam.

MK, lanjut Danis, juga harus mereview pasal tentang syarat umur capres dan cawapres yang memuat soal umur dan kelayakan kepala daerah. Namun hasil review ini bisa dijalankan pada pemilu 2029.

Kedua, atensi dari para elit koalisi pendukung capres dan cawapres, DPR RI, MK dan masyarakat itu sendiri. Danis menyarankan, Koalisi Indonesia Maju (KIM) mengganti cawapres Prabowo Subianto. Sebab, persoalan MK ini tidak hanya menggerus demokrasi, tetapi juga elektabilitasnya.

"Dan yang tidak kalah penting, butuh peran DPR untuk menghentikan intervensi dan cawe-cawe Presiden Jokowi dalam proses pemilu 2024," kata Danis.

Kemudian untuk masyarakat, lanjut Danis, sebagai pusat dari demokrasi yang memiliki hak pilih, harus memberikan hukuman elektoral pada kandidat-kandidat yang menyalahi etika dan nilai-nilai kepatutan demokrasi dengan tidak memilih mereka.

Di tengah cacat demokrasi yang terjadi saat ini, Danis meminta semua pihak agar bersikap sebagai negarawan. “Bukan demi kepentingan sesaat, tetapi demi kepentingan bangsa dan negara,” tegas direktur eksekutif Indodata itu.

Danis lantas menyebut jika Anwar Usman bisa dijerat pasal pidana atas putusannya soal gugatan batas usia capres cawapres. Adik ipar Presiden Jokowi itu bisa dijerat Undang-Undang (UU) nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman pasal 17 ayat 6. Lalu UU nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN pasal 21 dan 22.

“Jika Pak Anwar Usman mundur maka upaya pidana bisa diberhentikan. Namun jika masih menjadi hakim, pihak-pihak yang masih tidak puas dapat mempidanakannya ke Mahkamah Agung. Tetapi ini masih butuh proses yang sangat panjang,“ sebut Danis.