Bagikan:

JAKARTA - Calon presiden (capres) Ganjar Pranowo mengatakan Indonesia bisa bersaing dengan sejumlah negara di ASEAN seperti Vietnam, Thailand, India untuk menjadi lumbung pangan dunia. Dia melihat ada potensi tapi petani harus tetap diperhatikan pemerintah.

Hal ini disampaikan Ganjar saat berpidato sebagai capres tentang arah dan dan strategi politik luar negeri dalam acara yang diselenggarakan oleh Centre For Strategic And International Studies (CSIS).

“Indonesia punya potensi menjadi lumbung pangan dunia. Di Asean saya kira Vietnam, ada lagi Thailand, India di sekitar kita, Tiongkok punya kemampuan untuk  memproduksi itu dan saya kira termasuk Indonesia,” kata Ganjar dalam tayangan YouTube CSIS, Selasa, 7 November.

“Dan kalau kita bicara lumbung pangan dunia kita coba memastikan suplai pangan yang berkelanjutan dalam situasi konflik atau perang,” sambungnya.

Ganjar mengaku sudah meminta masukan dari banyak pihak untuk mencapai tujuan itu. Dari sisi produksi, misalnya, dia sudah bicara dengan peneliti hingga pelaku usaha seperti petani.

“Kepada para profesional dalam hal ini para petani, kita punya potensi apa,” ujarnya menirukan pertanyaannya saat meminta masukan.

Dari sana, Ganjar tahu produksi beras dalam negeri hanya mencapai 5,9 ton per hektare. Padahal, riset menyebut angka tonase beras bisa mencapai 12 ton per hektare sehingga jumlah yang ada perlu ditingkatkan.

Namun, peningkatan ini tak bisa dilakukan begitu saja. Ada sejumlah langkah yang harus dilakukan mulai dari modernisasi hingga intervensi dari pemerintah.

 “Kalau lah bisa meningkatkan 7 ton saja maka produksi itu sudah sangat luar biasa. Itu artinya butuh modernisasi, mekanisasi, dan intervensi dari pemerintah. Tidak bisa politik pangan dibiarkan oleh petani, dibiarkan kepada petani, dan mereka suruh berjalan begitu saja. Tidak bisa. Negara harus mengintervensi,” tegasnya.

Ganjar juga akan mendorong Badan Urusan Logistik (Bulog) difokuskan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sebab, ia kerap mendengar keluhan murahnya harga beras dari petani padahal produksinya memakan biaya mahal.

“Saya orang yang mendorong dalam konteks lumbung pangan dunia ini, Bulog mesti dikembalikan pada fungsi awal. Sehingga kebutuhan pokok itu negara harus menguasai, tidak bisa diliberalkan dan biasanya petani kalah,” ujarnya.

“Saya tadi pagi baru pulang dari Palembang kemudian ke Jawa Barat kemudian hari ini bisa ke sini dan saya bertemu dengan petani, 'Pak Ganjar, biaya produksi kami mahal kenapa pembeliannya sangat murah dan pada saat ini, konsumen membeli beras dengan sangat mahal'. Bapak ibu, inilah yang kemudian mesti kita tata dalam konteks kepentingan nasional,” pungkasnya.