Bagikan:

JAKARTA - Politikus senior PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno menanggapi pidato Presiden Joko Widodo yang menyinggung soal situasi politik saat ini terlalu banyak drama jelang Pemilu 2024. Hendrawan lantas mempertanyakan siapa dalang dibalik drama tersebut. 

"Siapa yang mengawali munculnya rangkaian drama tersebut?," ujar Hendrawan saat dihubungi VOI, Selasa, 7 November.

"Siapa sutradara utama drama tersebut?," lanjutnya. 

Tak ingin berkomentar banyak, Hendrawan hanya berharap agar seorang politisi dan negarawan bisa memiliki etika politik yang baik. Para politisi, kata dia, harus bisa menjaga komitmen dan janji politiknya. 

"Mudah-mudahan politik masih memiliki ruh tuntunan etis, tidak sekadar drama yang kehilangan makna, karena kata-kata tak terjaga, karena janji-janji tak ditepati," pungkasnya. 

Diketahui, Presiden Jokowi bicara soal kondisi politik saat ini jelang pencoblosan Pilpres 2024. Bagi Jokowi yang terjadi saat ini terlalu banyak drama politik

“Saya melihat akhir-akhir ini yang kita lihat adalah terlalu banyak dramanya, terlalu banyak drakornya, terlalu banyak sinetronnya, mestinya kan pertarungan gagasan, mestinya pertarungan ide, bukan pertarungan perasaan,” kata Jokowi dalam sambutan di HUT Golkar, Senin, 6 November.

“Kalau yang terjadi pertarungan perasaan repot semua kita, tidak usah saya teruskan karena nanti ke mana-mana,” kata Jokowi.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan partainya sedih dan luka hati karena ditinggal Presiden Jokowi. Padahal, PDIP selama ini telah mencintai dan memberi keistimewaan kepada Jokowi beserta keluarganya. 

Menurut Hasto, jajaran anak ranting dan ranting partainya banyak yang tidak memercayai kondisi politik yang saat ini terjadi pasca putusan Mahkamah Konstitusi yang berhasil memuluskan jalan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden (cawpares) pendamping Prabowo Subianto.

"Kami begitu mencintai dan memberikan previledge yang begitu besar kepada Presiden Jokowi dan keluarga, namun kami ditinggalkan karena masih ada permintaan lain yang berpotensi melanggar pranatan kebaikan dan konstitusi. Pada awalnya kami hanya berdoa agar hal tersebut tidak terjadi, namun ternyata itu benar-benar terjadi," katanya melalui siaran pers, Minggu, 29 Oktober.