Bagikan:

Jakarta - Calon presiden Indonesia Ganjar Pranowo mengungkapkan lima arah kebijakan dan strategi politik luar negeri Indonesia ke depan.

Menurut Ganjar, proritas yang harus dilakukan yaitu Indonesia menjadi lumbung pangan dunia, kemandirian energi, kedaulatan maritim, 'save haven' industrialisasi dan perlindungan warga negara Indonesia (WNI). 

"Saya akan mengambil beberapa poin yang sangat penting saja, bagaimana pemaknaan politik luar negeri kita yang bebas aktif yang dilakukan melalui lima isu utama yang terkait tentu untuk kepentingan nasional kita," kata Ganjar saat menjadi narasumber dalam forum CSIS, Selasa kemarin.

Pertama terkait lumbung pangan dunia, Ganjar optimis mengungkapkan keyakinannya bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi lumbung pangan dunia. 

Ganjar menjelaskan potensi Indonesia sebagai lumbung pangan dunia dengan mengacu pada negara-negara di sekitarnya, seperti Vietnam, Thailand, India, dan Tiongkok. 

Ganjar menekankan pentingnya memastikan pasokan pangan yang berkelanjutan, terutama dalam situasi konflik atau perang, sebagai salah satu aspek utama dari konsep lumbung pangan dunia.

"Indonesia punya potensi menjadi lumbung pangan dunia. Di ASEAN, saya kira Vietnam, ada lagi Thailand, India di sekitar kita. Tiongkok punya kemampuan untuk memproduksi itu dan saya kira termasuk Inodnesia. Kalau kita bicara lumbung pangan dunia kita coba memastikan suplai pangan yang berkelanjutan dalam situasi konflik atau perang," kata mantan gubernur Jawa Tengah dua periode. 

Kedua terkait dengan kemandirian energi dalam konteks hubungan internasional, Ganjar mengajak negara-negara sahabat untuk ikut terlibat dalam upaya menyelesaikan permasalahan energi ini. Ia mencatat bahwa kolaborasi internasional sangat penting. 

Ganjar menekankan bahwa hilirisasi harus mencakup berbagai aspek, tidak hanya sebatas komoditas seperti nikel dan minyak sawit. Potensi pertumbuhan ekonomi digital yang tinggi juga harus dimanfaatkan.

Selain itu, Ganjar juga mencatat bahwa Indonesia memiliki surplus listrik, yang dalam konteks ASEAN dapat dijadikan peluang untuk ekspor. Ini adalah langkah positif dalam mendukung transisi menuju energi bersih dan mendukung kerja sama regional dalam bidang energi.

"Dan kemudian hari ini kita ada surplus listrik yang dalam konteks ASEAN, sebenarnya kita juga bisa mendorong listrik itu untuk bisa kita ekspor," tegas mantan anggota DPR RI tersebut. 

Ketiga terkait kedaulatan maritim, Ganjar menegaskan komitmennya terhadap kedaulatan maritim Indonesia dengan rencana untuk memberikan nama Indonesia kepada pulau-pulau terluar. Hal itu merupakan salah satu acara untuk melindungi pulau Indonesia agar tidak diakui oleh negara lain. 

"Soal kedaulatan maritim, ada beberapa hal yang menjadi catatan penting menurut kami adalah penggunaan Bahasa Indonesia untuk nama pulau- pulau terluar," ungkap Ganjar yang berprinsip 'Tuanku ya rakyat' tersebut. 

Selain itu, Ganjar juga menekankan perlunya meningkatkan anggaran pertahanan untuk mengamankan wilayah Indonesia. Peningkatan anggaran pertahanan ini juga terjadi di negara di Asia. 

Menurut Ganjar, pentingnya kerjasama dan perjanjian internasional untuk mengukuhkan posisi Indonesia dalam tata kelola wilayah maritimnya.

"Negara yang besar ini butuh perhatian besar pula, maka kalau kita ingin mengamankan kondisi wilayah maritim kita, itu salah satunya. Lalu Menggandakan anggaran untuk pertahanan laut," imbuh Ganjar. 

Keempat terkait industrialisasi, Ganjar menyebut perang dagang AS dan Tiongkok telah berdampak pada rantai pasok terganggu, sehingga beberapa komponen jadi mahal dan industri di Indonesia terganggu, pengusaha serta investor menjadi khawatir. 

"Disamping itu, kita harapkan Indonesia menjadi HUB nya untuk manufaktur alternatif. Ini kalau kita bicara kepentingan nasional, kita punya hal hal yang bisa menjadi modalitas kita dengan beberapa negara, apalagi dengan negara yang memang punya relasi dekat dengan komponen industri tertentu atau sumber daya tertentu," papar Ganjar. 

Ganjar mencontohkan Indonesia memiliki cadangan pasir kuarsa yang cukup besar. Berdasarkan data ESDM ada 330 juta ton. Lalu ada 21 perusahaan pengolahan pasir silika yang sudah beroperasi.

"Dan ini bisa melakukan penghematan impor beberapa komponen. Kalau ini bisa kita produksi, maka penciptaan lapangan kerjanya juga harus masuk," ucap Ganjar. 

Kelima terkait dengan perlindungan WNI, Ganjar berkomitmen untuk memperkuat kerjasama luar negeri guna melindungi pekerja migran Indonesia (PMI). 

Menurut Ganjar, warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri perlu memiliki akses untuk melaporkan masalah yang mereka hadapi, sehingga pemerintah dapat segera menangani permasalahan tersebut.

Ganjar menyebut, keberadaan diplomat dan KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) di negara tujuan pekerja migran dianggap kunci dalam merespons masalah yang dihadapi oleh para pekerja migran. 

"Kawan-kawan para diplomat, KBRI kita, saya kira diberikan ruang untuk merespon dan memberikan ruang untuk terbuka, bagaimana warga negara yang ada disana, melaporkan dan kalau ada sesuatu cepat ditangani," tegas Ganjar. 

Ganjar menegaskan akan melakukan politik luar negeri berdasarkan pada kepentingan nasional Indonesia yang ada dalam nilai-nilai Pancasila hingga UUD 1945.

"Kita mesti ikut melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial," pungkasnya.