JAKARTA - Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dua Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dan Johanis Tanak pada hari ini, Senin, 30 Oktober.
Mereka dipanggil untuk mengusut dugaan pelanggaran etik terkait pertemuan Ketua KPK Firli Bahuri dan eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
“Dijadwalkan Pak Tanak dan Pak Alex,” kata Anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho kepada wartawan yang dikutip Senin, 30 Oktober.
Albertina tak bicara waktu pasti pemanggilan keduanya. Namun, ini merupakan penjadwalan ulang karena mereka sebelumnya berhalangan hadir.
Sebelumnya, lima pimpinan komisi antirasuah harusnya dipanggil pada Jumat, 27 Oktober. Tapi, hanya Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang memenuhi panggilan.
Dewan Pengawas KPK saat itu mengungkap Johanis Tanak dan Alexander Marwata sedang berdinas. Sementara Nawawi Pomolango sedang sakit.
Sedangkan Ketua KPK Firli Bahuri meminta penjadwalan ulang pada 8 November. Tak jelas apa alasannya, tapi Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri bilang eks Deputi Penindakan tersebut sedang berada di kantornya mengurusi sejumlah pekerjaan.
Adapun dugaan pertemuan antara Firli-Syahrul muncul di tengah pengusutan dugaan korupsi di Kementerian Pertanian setelah ada foto yang tersebar. Laporan ke Dewan Pengawas KPK disampaikan oleh Komite Mahasiswa Peduli Hukum.
Dalam kasus korupsi yang ditangani KPK, Syahrul diduga memeras pegawainya dengan mewajibkan membayar uang setoran setiap bulan dengan bantuan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat Pertanian Kementan Muhammad Hatta. Nominal yang dipatok Syahrul dan harus disetorkan pegawai eselon I-II berkisar 4.000-10.000 dolar Amerika Serikat.
BACA JUGA:
Uang yang dikumpulkan diyakini bukan hanya berasal realisasi anggaran Kementan digelembungkan atau mark-up melainkan dari vendor yang mengerjakan proyek. Pemberian uang dilakukan secara tunai, transfer maupun barang.
KPK kemudian menduga uang yang diterima Syahrul digunakan untuk berbagai kepentingan pribadinya. Mulai dari umrah bersama pegawai Kementan lainnya, membeli mobil, memperbaiki rumah hingga mengalir ke Partai NasDem dengan nilai hingga miliaran rupiah.