JAKARTA – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menjadi bulan-bulanan warganet seusai mengabulkan gugatan batas usia calon presiden dan calon presiden dalam Undang-Undang Pemilu. Anwar Usman dinilai turut andil dalam melenggangkan politik dinasti Presiden Joko Widodo.
MK menerima belasan gugatan batas usia capres dan cawapres yang dilayangkan sejumlah pihak, mulai dari partai politik seperti Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sampai mahasiswa. Di antara 11 gugatan, para hakim MK menyetujui sebagian permohonan dan menolak yang lainnya.
Permohonn yang disetujui berasal dari mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru yang memohon MK mengubah batas usia minimal capres-caawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah.
Putusan ini langsung menimbulkan kontroversi dan memanaskan dunia politik serta peradilan dalam negeri. Pasalnya, lewat aturan baru ini putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, akhirnya diusung menjadi cawapres Prabowo Subianto dari Koalisi Indonesia Maju.
Dihujat Warganet
Untuk mengetahui reaksi warganet terhadap putusan Mahkamah Konstitusi, utamanya Anwar Usman selaku ketua, Netray melakukan pemantauan melalui platform X dengan menggunakan kata kunci anwar&&usman. Selama periode 16-22 September 2023 terdapat 4.202 unggahan dari 2.353 akun yang membahas topik tersebut.
Namun seperti dugaan, sentimen negatif mendominasi perbincangan ini. Terbukti dari 2.811 unggahan sentimen negatif, jauh mengungguli sentimen positif yang hanya berjumlah 64 unggahan.
Kecaman terhadap Anwar Usman mendominasi corak unggahan warganet dengan sentimen negatif. Khususnya terkait fakta bahwa Anwar merupakan adik ipar Jokowi. Atau dengan kata lain Anwar adalah paman Gibran, yang akhirnya maju menjadi cawapres dari Koalisi Indonesia Maju (KIM). Tidak hanya Anwar, nama Jokowi juga mendominasi perbincangan.
Nama Jokowi terlihat dari unggahan akun @hc_poirot, yang menilai presiden sebagai penyebab hakim MK terpecah. Sementara akun @_AnakKolong menyampaikan opininya bahwa hubungan Anwar sebagai adik ipar Jokowi mengganggu independensinya sebagai hakim MK.
Tak sekadar hujatan, tuntutan untuk mundur kepada Anwar juga banyak terlontar dari warganet X. itu terlihat dari mundur yang menonjol pada jajaran kata yang sering digunakan warganet. Contonya dari akun @NenkMonica yang dengan tegas meminta Anwar Usman segera meninggalkan jabatannya sebagai Ketua MK demi menjaga netralitas dan keadilan lembaga ini.
Selain itu, pembahasan soal politik dinasti juga masih ramai diunggah warganet. Satu akun yang berang mencap Anwar Usman sebagai hakim pengkhianat yang mendukung politik dinasti dengan membantu melancarkan Gibran jadi cawapres.
Politik dinasti memang menjadi pembahasan masyarakat, khususnya dalam dua pekan ke belakang atau setelah putusan MK. Pengamat Politik dan Direktur Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah Putra menyebut putusan MK tersebut terlalu berbau nuansa politis. Ia menduga putusan ini juga cenderung membela satu orang semata.
BACA JUGA:
“Putusan MK kian kental nuansa politis dan cenderung membela satu orang semata untuk konteks 2024, yakni Gibran Raka, MK tidak ingin dianggap secara vulgar memihak kepentingan keluarga Jokowi, tetapi subtansi putusan itu jelas mengelabui beberapa penggugat termasuk publik, karena faktanya usia di bawah 40 tahun sekalipun dapat mengikuti kontestasi, putusan ini lebih buruk dibanding mengabulkan gugatan batas usia,” kata Dedi kepada VOI.
“Jika gugatan (batas usia) dikabulkan, maka hak kontestasi itu milik semua warga negara tanpa terkecuali, dengan putusan MK saat ini justru hanya diperuntukkan bagi yang sudah berada di kekuasaan. MK seperti sedang membodohi publik,”ujar Dedi mengimbuhkan.
Pantauan Berita Media Daring
Tidak hanya di media sosial, pemberitaan terkait Anwar Usman juga ramai di media massa daring. Pantauan Netray dengan kata kunci dan periode yang sama ditemukan 1.312 artikel dari 166 media yang menerbitkan terkait topik ini.
Dari dari grafik dapat dilihat berita bersentimen negatif lebih mendominasi. Terhitung sebanyak 697 artikel memiliki sentimen negatif sementara artikel bersentimen positif hanya sebanyak 310.
Artikel bersentimen negatif berisi respons berbagai pihak yang menilai putusan Mahkamah Konstitusi telah mencederai hukum Indonesia. Salah satu politisi yang mengkritik putusan MK adalah Amien Rais, yang menyebut MK sebagai majelis khianat.
Namun di sisi lain tak sedikit pula yang memberi respons positif atas putusan MK. Salah satunya adalah Partai Nasional Demokrat yang menganggap ini merupakan bonus untuk anak muda di Indonesia turut berkontestasi serta terlibat dalam pengelolaan pemerintahan.
Di sisi lain, Pakar Politik dari Univeritas Al Azhar Indonesia Andriadi Achmad mengatakan tidak ada yang salah dengan putusan MK, jika momennya dibuat tidak dalam suasana menjelang Pilpres 2024.
Tapi karena momennya dianggap tidak tepat, putusan Mahkamah Konstitusi ini dinilai makin menguatkan dugaan publik bahwa ini dibuat untuk menjadi celah bagi Gibran maju dalam kontestasi Pilpres.
“Sebenarnya putusan MK ini tidak masalah kalau tidak terjadi di musim Pilpres. Dengan begini, maka semakin menguatkan dugaan orang bahwa putusan ini dibuat untuk mengakomodir Gibran,” tutur Andriadi kepada VOI.
“Hanya momentumnya saja yang tidak pas, karena ini bertepatan dengan Pilpres 2024. Kalau putusan ini dibuat setelah Pilpres, maka ini menjadi keputusan yang