JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan manuver politik yang membuat banyak orang menggelengkan kepala. Politik diam-diam menghanyutkan ala Jokowi diklaim membuat PDIP pusing tujuh keliling.
Memasuki tahun politik, sejumlah tokoh membuat keputusan mengejutkan. Salah satu yang paling disorot tahun ini adalah manuver Jokowi. Bagaimana tidak, mantan Wali Kota Surakarta itu dinilai berani melawan tradisi PDIP sehingga hubungannya dengan Megawati Soekarnoputri dikabarkan memanas.
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri selalu menegaskan Jokowi adalah petugas partai. Publik pun menyimpulkan bahwa Jokowi harus tunduk pada partai yang menjadi kendaraan politiknya, padahal ia adalah orang nomor satu di Indonesia.
Keretakan hubungan Jokowi dan megawati itu nyata pic.twitter.com/yJzLxmkNyJ
— Ndon 🍀 ️️️️️️️️️ (@Ndons_Back) October 24, 2023
Publik tentu masih ingat betul saat Jokowi dilabeli “petugas partai” oleh Megawati menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014. Saat itu Jokowi, yang masih berstatus sebagai Gubernur DKI Jakarta, terpilih sebagai calon presiden dari PDIP.
“Pak Jokowi, sampeyan tak jadikan Capres, tapi Anda adalah petugas partai yang harus menjalankan tugas partai,” ujar Megawati di kantor DPP PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, 14 Mei 2014.
Arogansi Politik Megawati
Jokowi memang tak menampik statusnya sebagai petugas partai, tapi dia memastikan hal tersebut tidak akan memengaruhi kinerjanya di pemerintahan. Tapi ucapan Megawati tentu memancing reaksi keras dari berbagai pihak. Putri Presiden RI Soekarno tersebut dianggap telah meremehkan Jokowi.
Singkat cerita, pasangan Jokowi-Jusuf Kalla berhasil meraup 53,15 persen suara, mengalahkan duet Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang mendulang 46,85 persen suara.
Jokowi kembali menduduki kursi RI 1 untuk kedua kalinya setelah pada Pilpres 2019 mengalahkan Prabowo-Sandiaga Uno.
Tapi meski berhasil memenangkan Pilpres dua kali berturut-turut, Megawati emoh melepaskan predikat “petugas partai” yang sudah ia sematkan kepada Jokowi.
Megawati dinilai kembali merendahkan Jokowi pada Januari lalu, tepatnya saat perayaan 50 tahun PDIP. Di hadapan ribuan kader partai berlambang banteng moncong putih itu, Megawati berujar, “Pak Jokowi itu kayak begitu lho, mentang-mentang. Lah iya, padahal Pak Jokowi kalau enggak ada PDI Perjuangan juga, aduh, kasihan dah.”
Ucapan Megawati ditanggapi senyum tipis Jokowi, yang duduk di barisan depan. Tapi ia tidak ikut bertepuk tangan, seperti kader lainnya.
Menurut Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Andriadi Achmad, Megawati dan PDIP menunjukkan arogansi politik dengan menyebut Jokowi adalah petugas partai.
“Frasa petugas partai merendahkan posisi presiden, pemimpin sebuah negara. PDIP dan Megawati merendahkan Jokowi sebagai presiden. Ini adalah arogansi politik yang dilakukan Megawati,” tutur Andriadi kepada VOI.
Pembuktian Jokowi
Namun setelah sembilan tahun cap petugas partai melekat pada Jokowi, mantan Gubernur DKI Jakarta itu terlihat mulai melawan PDIP. Langkah politik Jokowi dinilai berani untuk berhadapan dengan seorang Megawati, meski memang diwarnai sederet kontroversi.
Sinyal bahwa Jokowi siap melawan PDIP sudah tampak saat ia merestui kedekatan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, dengan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto.
Dan puncaknya ketika Gibran akhirnya menerima pinangan Koalisi Indonesia Maju (KIM) untuk menjadi bakal calon wakil presiden, mendampingi Prabowo di Pilpres 2024.
Masuknya Gibran, yang notabene adalah kader PDIP juga, ke sisi Prabowo dianggap sebagai perang terbuka antara Jokowi dan kubu Megawati.
Andriadi menyebut Jokowi ingin membuktikan bahwa dirinya, yang dulu disebut sebagai petugas partai, kini menjelma sebagai pengendali politik di Tanah Air.
“Manuver politik Jokowi bagu ini, dia memberikan pernyataan ‘benar nih PDIP gak butuh Jokowi?’ Ia ini diam-diam menghanyutkan,” Andriadi menjelaskan.
“Jokowi ingin membuktikan bahwa dia bisa. Bukan tidak mungkin nantinya Jokowi bersaing dengan PDIP dan akan terjadi head-to-head dengan Megawati.”
Jika ditarik ke belakang, Jokowi sebenarnya sudah ‘menyiapkan’ masa pensiunnya dengan menepatkan keluarga di posisi-posisi strategis. Dimulai dari Gibran Rakabuming Raka yang terpilih sebagai Wali Kota Surakarta. Kemudian disusul menantunya, Bobby Nasution, yang menjadi Wali Kota Medan.
BACA JUGA:
Di tahun ini, langkah Jokowi kian jelas dengan menitipkan Kaesang Pangarep ke PSI dan Gibran akhirnya maju sebagai Cawapres Prabowo dari KIM.
“Jokowi ingin anaknya dapat posisi strategis setelah dia lengser sebagai presiden,” kata Andriadi lagi.