JAKARTA – Periode bulan madu antara Presiden Joko Widodo dan partai pengusungnya, PDIP sudah usai. Saat ini, Jokowi justru sedang menghadapi distrust atau ketidakpercayaan tidak hanya dari partai berlambang banteng moncong putih tersebut, tapi juga sebagian besar masyarakat.
Pakar politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Andriadi Achmad menyebut Jokowi melakukan politik diam-diam menghanyutkan yang membuat publik, bahkan PDIP terkejut.
Tapi manuver politik Jokowi ini juga memancing kecaman dari berbagai pihak. Tudingan tidak tahu diri, tidak tahu terima kasih diberikan kepada mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut oleh banyak pihak.
Titik Nadir Jokowi
Hubungan Jokowi dengan PDIP dikabarkan tidak harmonis sejak beberapa waktu lalu.
Ketika Gibran Rakabuming Raka akhirnya maju sebagai calon wakil presiden dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) untuk mendampingi Prabowo Subianto dianggap sebagai pertanda perang terbuka antara keluarga Jokowi dan PDIP.
Sementara PDIP mengusung pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfiud MD pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Namun sampai sekarang baik Jokowi maupun Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum PDIP tidak secara eksplisit menyampaikan situasi terkini hubungan mereka.
Menurut peneliti pusat riset politik BRIN, Firman Noor, hubungan keluarga Jokowi dengan partai pimpinan Megawati sudah lama tidak harmonis. Tapi indikasi keretakannya makin terlihat jelas sekarang.
Firman menilai ini karena Jokowi merasa bisa berdiri sendiri tanpa berafiliasi dengan partai tertentu.
“Dia sekarang sudah merasa kuat posisinya, sudah merasa di PDIP. Jadi ke mana pun dia bisa, tinggal tunjuk. Bahkan, dia bisa saja membuat partai sendiri,” ucap Firman.
Di sisi lain, pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago menuturkan Jokowi saat ini berada di titik nadir setelah selama sembilan tahun menjabat sebagai presiden.
Saat ini tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Jokowi rendah, akibat manuver politiknya yang mencla-mencle.
Senda dengan Firman, Pangi menilai sikap Jokowi terhadap Gibran menjadi puncak ketidakpercayaan publik terhadap sang presiden.
“Manuver presiden kita ini berbahaya. Dia terlihat diam karena sedang menyusun langkah selanjutnya. Ia melakukan strategi paling ‘mahir’,” kata Pangi kepada VOI.
“Ini adalah titik nadir bagi Jokowi selama hampir 10 tahun menjabat omongannya gak bisa dipegang,” imbuh pria kelahiran 1987 itu.
Jokowi Pergi Tanpa Pamit
Meski Megawati sejauh ini bungkam, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto justru menumpahkan perasannya ihwal sikap politik Jokowi. Menurut Hasto, partai telah memberikan segalanya untuk Jokowi, tapi akhirnya ditinggalkan.
Dituturkan Hasto, sampai saat ini bahkan masih banyak kader dan simpatisan PDIP yang tidak percaya dengan manuver politik Jokowi dan keluarganya.
“Ketika DPP partai bertemu dengan jajaran anak ranting dan ranting sebagai struktur partai paling bawah, banyak yang tidak percaya bahwa ini bisa terjadi," kata Hasto dalam keterangan tertulisnya, Minggu (29/10/2023).
“Kami begitu mencintai dan memberikan privilege yang begitu besar kepada Presiden Jokowi dan keluarga, namun kami ditinggalkan karena masih ada permintaan lain yang berpotensi melanggar pranata kebaikan dan konstitusi,” Hasto menambahkan.
PDIP mengusung Jokowi pada pemilihan Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta, sampai akhirnya memenangi pilpres dua edisi terakhir.
Meski sampai saat ini PDIP terlihat bungkam dan belum memastikan sikap mereka terhadap Jokowi, Pangi menganggap sudah tidak ada perasaan apa-apa lagi antara Jokowi dan partai yang mengusungnya selama ini.
“Bulan madu sudah selesai. Jokowi ini seperti tidak ada beban. Ia pergi tanpa ada kejelasan, dan ini menyakitkan. Pergi tampak muka, pulang tampak punggung,” tegas Pangi.
Sementara itu pakar komunikasi politik dari Universitas Multimedia Nusantara, Silvanus Alvin menilai sikap Jokowi yang memilih bungkam sudah tepat.
“Tidak semua isu itu bisa direspons dengan cepat. Dalam hal ini, menunggu dan melihat dan juga diam adalah salah satu langkah yang tepat,” kata Silvanus.
BACA JUGA:
Silvanus menambahkan, jika Jokowi memberi respons ihwal hubungannya dengan PDIP justru bisa ditafsirkan sebagai pembenaran adanya ketegangan yang sudah lama diduga publik.
“Bisa saja ini memang merupakan salah satu perwujudannya tanggung jawab Jokowi yang sejak awal menyatakan ingin Pilpres 2024 ini adem. Tidak lagi ada perpecahan kubu, seperti itu,” pungkasnya.