JAKARTA - Elite PDIP mulai menyerang menteri dan ketua umum partai koalisi yang mengusulkan wacana penundaan pemilu. Hal itu menuai spekulasi bahwa partai koalisi sudah tidak solid. Pasalnya, kepentingan partai koalisi terkait penundaan pemilu tampak berbeda.
Hal itu dikatakan Pengamat politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga lewat keterangannya kepada VOI, Rabu, 13 April.
Menurut Jamiluddin, setidaknya kepentingan Golkar, PKB dan PAN tidak sama dengan PDIP, NasDem, Gerindra, dan PPP dalam hal penundaan Pemilu.
Bahkan PDIP terlihat paling keras menyerang Golkar, PKB, dan PAN yang cenderung mengaminkan penundaan pemilu.
"Namun perbedaan sudut pandang diantara partai koalisi tidak akan membuat PDIP keluar dari koalisi. Sebab PDIP merupakan partai utama yang paling berpengaruh di koalisi," ujar Jamiluddin.
Meski begitu, lanjutnya, partai koalisi diperkirakan tidak akan solid lagi hingga berakhirnya kekuasaan Jokowi. Hal itu terjadi karena PDIP tidak menghendaki Jokowi yang terlalu dekat dengan Luhut Binsar Panjaitan (LBP). PDIP menilai Luhut terlalu dominan dan mewarnai kebijakan Jokowi.
"Karena itu, ketegangan PDIP dengan Jokowi akan terus terjadi selama LBP terlalu dominan. PDIP akan terus mendesak Jokowi untuk mereshuffle LBP," kata Jamiluddin.
Namun demikian, menurut Jamiluddin, Jokowi tidak akan mereshuffle Luhut. Sebab, Luhut sangat berarti bagi Jokowi.
BACA JUGA:
"Tanpa LBP, Jokowi tampaknya akan kesulitan melaksanakan roda pemerintahan," katanya.
Di satu sisi, Jamiluddin memandang, Jokowi akan mempertahankan PDIP. Ia akan tetap kooperatif mengikuti kehendak PDIP tanpa meninggalkan Luhut.
"Kemungkinan terburuk, peran LBP di depan publik dikurangi. Hal itu untuk memberi kesan Jokowi seolah-olah sudah tak lagi memberi peran besar kepada LBP. Hal ini dilakukan Jokowi agar hubungannya dengan PDIP tetap terjaga baik," katanya.
Jamiluddin mengatakan, bagi Jokowi, PDIP dan Luhut sama pentingnya. Karena itu, Jokowi akan mempertahankan keduanya hingga kekuasaannya berakhir pada Oktober 2024.
"Jalan tengah itu tentu akan membuat hubungan PDIP dan Jokowi akan naik turun. Kecenderungan hubungan demikian akan terus berlangsung hingga 2024," katanya.
"Hubungan naik turun itu tentu akan berpengaruh pada kinerja kabinet Jokowi. Hal ini tentu tidak menguntungkan bagi Jokowi untuk menorehkan tinta emas diakhir masa jabatannya," pungkas Jamiluddin Ritonga.