Bagikan:

JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut telah memberikan serangkaian kode sebelum resmi berlabuh di Partai Golkar. Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Andriadi Achmad, Jokowi bisa saja berlabuh di partai Golkar setelah selesai menjabat sebagai presiden, tapi bukan hal yang mustahil menyeberang ke partai lain. 

Jokowi dan Golkar terlihat mesra diperlihatkan lewat kemeja kuning, warna kebesaran partai berlambang pohon beringin itu, yang dikenakan eks Gubernur Jakarta ini saat menghadiri penutupan Musyawarah Nasional (Munas) ke-11 Golkar di Jakarta Convention Center, Rabu (21/8/2024).

“Kalau di bawah pohon beringin betul-betul bawaannya adem dan sejuk. Berada di dekat pohon beringin, dekat pohon beringin membuat kita lebih teduh,” kata Jokowi.

Presiden Joko Widodo didampingi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto serta Ketua Umum Partai Golkar terpilih Bahlil Lahadalia menyampaikan keterangan pers seusai Musyawarah Nasional (Munas) XI Partai Golkar di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024). (ANTARA/Muhammad Adimaja/sgd/foc/pri)

Bahlil Lahadalia, yang menjabat ketua umum Golkar setelah terpilih secara aklamasi, juga sesekali menggoda Jokowi dengan sebutan kader baru Golkar. Ia pun mengaku pangling melihat Jokowi berkemeja kuning.

Ungkapan Jokowi soal pohon beringin ini memantik spekulasi dari masyarakat. Muncul yang menganggap ini sebagai sinyal kuat sang presiden akan berlabuh di partai beringin itu di akhir masa jabatannya sebagai orang nomor satu di Indonesia pada Oktober mendatang.

Ungkapan Bersayap

Sampai detik ini, secara de facto Jokowi masih kader PDI Perjuangan, meski beberapa waktu lalu Ketua Bidang Kehormatan PDIP Komarudin Watabun menyebut presiden ketujuh Republik Indonesia itu sudah bukan lagi bagian partai tersebut.

Hubungan PDIP dengan Jokowi memang berubah 180 derajat saat Pemilu 2024. Jokowi, yang diusung partai merah di dua edisi pilpres, disebut membelot dengan memberikan dukungan kepada pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka saat Pilpres 2024, sedangkan PDIP mengusung Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Sejak saat itu banyak kalangan menilai bulan madu Jokowi dan PDIP telah selesai. Tapi Jokowi tentunya membutuhkan kendaraan politik baru setelah ia purna tugas dua bulan lagi. Golkar disebut-sebut masuk sebagai incaran eks Gubernur Jakarta dan Wali Kota Solo ini.

Ketika Airlangga Hartarto secara tiba-tiba mengumumkan mundur sebagai Ketum Golkar melalui video yang beredar pada 12 Agustus lalu, nama Jokowi disangkutpautkan. Ia dituding sebagai ‘faktor eksternal’ yang mendorong agar Airlangga meletakkan jabatannya. Bahkan sempat muncul guyonan tukang kayu sukses menebang pohon beringin yang kuat.

Rumor kedekatan Jokowi dengan Golkar semakin diperkuat dengan kehadirannya saat Munas beberapa waktu lalu. Pria asal Solo itu datang dengan sederet kode ihwal kesiapannya berlabuh di partai beringin tersebut. Mulai dari kemeja kuning yang dikenakan, sampai ungkapan pohon beringin yang adem dan sejuk.

Andriadi Achmad, Direktur Eksekutif Nusantara Institute PolCom SRC (Political Communication Studies and Research Center), menuturkan, Jokowi memang sering menggunakan simbol dan melemparkan ungkapan-ungkapan berbau sindiran dan bersayap atau kiasan dalam pidato-pidatonya untuk menjawab sebuah dugaan atau bahkan realitas. Salah satunya ketika Munas Golkar dengan mengenakan baju batik kuning yang merupakan simbol partai Golkar dan ungkapan “di bawah pohon beringin adem dan sejuk”.

Di sisi lain, tidak ada pernyataan resmi bahwa Jokowi dipecat atau mundur dari kader PDIP meski secara tersirat menyatakan demikian.

“Oleh karena itu, Jokowi bebas melangkah ke parpol manapun pascatugas kepresidenan selesai Oktober 2024. Artinya ada kemungkinan berlabuh ke Golkar atau partai manapun,” ucap Andriadi saat dihubungi VOI.

Langganan Konflik Internal

Kecenderungan Jokowi berlabuh di Golkar lebih besar dibandingkan partai lainnya. Pertama, setelah turun dari kursi presiden, Jokowi masih berambisi untuk memiliki pengaruh. PSI sempat disebut akan menjadi kendaraan politiknya, terutama setelah Kaesang Pangarep didapuk sebagai ketum meski baru dua hari menjadi anggota.

Tapi PSI bukan partai besar seperti Golkar dan tidak memiliki wakil di parlemen, sehingga sulit untuk memiliki pengaruh.

Alasan lainnya yang membuat Jokowi diisukan menargetkan Golkar karena ini termasuk salah satu partai berpengaruh di parlemen dan cukup sering berganti pemimpin di tengah konflik internal. Andriadi Achmad menjelaskan, terlepas dari campur tangan penguasa, regenerasi Partai Golkar seringkali terjadi hura-hara politik, termasuk yang terakhir ini. 

Ia menjabarkan bagaimana setelah konvensi dan Pilpres 2004 dan Munas 2005 Partai Golkar, kader senior Wiranto keluar dan mendirikan Partai Hanura (2006), sedangkan Prabowo Subianto mendirikan Gerindra (2008).

Kemudian seusai Munas 2009, kader senior dan mantan Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Surya Paloh keluar dan mendirikan Nasdem setelah kalah dari Aburizal Bakrie dalam kontestasi Ketum Golkar.

Poster Airlangga Hartarto tertempel di salah satu sound system di DPP Partai Golkar, Jakarta, Minggu (11/8/2024). (ANTARA/Hafidz Mubarak A./nym)

Begitu juga Munas 2015, dualisme kepemimpinan Golkar antara Aburizal Bakrie dan Agung Laksono. Tak berselang lama, Airlangga Hartarto ditunjuk sebagai Ketum pada 2017. Tahun lalu, kursi Airlangga juga digoyang untuk turun, walaupun terselamatkan. Tapi di pengujung tahun 2024, dengan alasan kondusifitas dan soliditas Partai Golkar Airlangga mengundurkan diri.

Menurut Andriadi partai yang tidak memiliki kepemimpinan solidarity maker seperti Golkar memiliki kelemahan rentan terjadi huru-hara politik internal.

“Pasca Orde Baru, kepemimpinan Solidarity Maker seperti Soeharto tidak ada lagi di tubuh partai Golkar, sehingga rentan pecah dan tidak solid,” ucapnya.

Ia menambahkan, beberapa parpol saat ini masih ada Solidarity Maker seperti PDIP (Megawati Soekarnoputri), Nasdem (Surya Paloh), Gerindra (Prabowo Subianto), dan Perindo (Hary Tanoesoedibjo).