Hasto Sebut Ada Ketum Parpol Merasa Dipegang "Kartunya" dan Ditekan Kekuasaan
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto (tengah) ( dok Foto Wardhany Tsa Tsia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengatakan dirinya dapat pengakuan adanya ketua umum partai yang merasa dipegang kartu trufnya. Sehingga, mereka harus mengikuti tekanan kekuasaan.

Hal ini disampaikan Hasto saat menyinggung soal kondisi politik yang terjadi belakangan ini. Termasuk, majunya Wali Kota Solo yang juga anak Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto.

"Saya sendiri menerima pengakuan dari beberapa ketua umum partai politik yang merasa kartu truf-nya dipegang. Ada yang mengatakan lifetime saya hanya harian; lalu ada yang mengatakan kerasnya tekanan kekuasaan," kata Hasto dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Senin, 30 Oktober.

Tak sampai di situ, Hasto menyebut partainya kini sedang berduka. Sebab, mereka tak percaya ditinggal Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan keluarganya yang sudah diberikan privilese karena permintaan yang melanggar konstitusi.

Diketahui, Hasto beberapa waktu lalu secara blak-blakan menyebut 'Pak Lurah' meminta penambahan masa jabatan presiden dari dua periode menjadi tiga periode. Dia mengaku sudah mengklarifikasi permintaan itu.

"Kami begitu mencintai dan memberikan privilege yang begitu besar kepada Presiden Jokowi dan keluarga, namun kami ditinggalkan karena masih ada permintaan lain yang berpotensi melanggar pranata kebaikan dan Konstitusi," tegasnya.

"Pada awalnya kami hanya berdoa agar hal tersebut tidak terjadi, namun ternyata itu benar-benar terjadi," sambung Hasto.

Hasto berharap demokrasi yang gelap ini bisa segera berlalu. Apalagi, anggota dan kader partai berlambang banteng ini sejak awal selalu mengawal Presiden Jokowi tanpa lelah dari mulai pemilihan kepala daerah (pilkada) hingga pemilihan presiden (pilpres).

Tapi belakangan mereka harus melihat pembangkangan konstitusi dan rekayasa hukum di Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mencalonkan Gibran. "Dan rakyat sudah paham, siapa meninggalkan siapa demi ambisi kekuasaan itu," pungkasnya.