Bagikan:

JAKARTA - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata sudah memeriksa eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo pada Kamis, 26 Oktober kemarin. Pemeriksaan ini berkaitan dugaan pelanggaran etik karena Ketua KPK Firli Bahuri bertemu dengannya di sebuah lapangan bulu tangkis.

"(Syahrul Yasin Limpo, red) sudah diperiksa kemarin," kata Albertina kepada wartawan, Jumat, 27 Oktober.

Tak dirinci hasil pemeriksaan itu tapi pemanggilan terhadap pihak terkait lainnya bakal dilakukan, ujar Albertina. Tapi, ia belum mau mengungkap siapa saja.

Sementara Firli harusnya diperiksa pada hari ini, Jumat, 27 Oktober. Namun, dia minta penjadwalan ulang setelah 8 November mendatang.

"Alasannya belum diberitahu. Silakan tanya saja ke sana," tegasnya.

Meski permintaan jadwal ulang ini tak jelas, kata Albertina, Dewas KPK tak bisa berbuat banyak. Sebab, mereka tak punya kewenangan menghadirkan pihak yang akan diperiksa secara paksa.

"Kalau orangnya enggak ada bagaimana? Kamk bisa periksa atau tidak? Dewas kan tidak ada upaya paksa, kami tidak bisa menghadirkan," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, Dewan Pengawas KPK sudah mengklarifikasi sejumlah saksi terkait dugaan pertemuan Firli-Syahrul. Sementara Firli bakal diklarifikasi belakangan karena dia merupakan pihak terlapor.

Adapun dugaan pertemuan antara Firli-Syahrul muncul di tengah pengusutan dugaan korupsi di Kementerian Pertanian setelah ada foto yang tersebar. Laporan ke Dewan Pengawas KPK disampaikan oleh Komite Mahasiswa Peduli Hukum.

Dalam kasus korupsi yang ditangani KPK, Syahrul diduga memeras pegawainya dengan mewajibkan membayar uang setoran setiap bulan dengan bantuan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat Pertanian Kementan Muhammad Hatta. Nominal yang dipatok Syahrul dan harus disetorkan pegawai eselon I-II berkisar 4.000-10.000 dolar Amerika Serikat.

Uang yang dikumpulkan diyakini bukan hanya berasal realisasi anggaran Kementan digelembungkan atau mark-up melainkan dari vendor yang mengerjakan proyek. Pemberian uang dilakukan secara tunai, transfer maupun barang.

KPK kemudian menduga uang yang diterima Syahrul digunakan untuk berbagai kepentingan pribadinya. Mulai dari umrah bersama pegawai Kementan lainnya, membeli mobil, memperbaiki rumah hingga mengalir ke Partai NasDem dengan nilai hingga miliaran rupiah.