Bagikan:

JAKARTA – Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes M. Syahduddi mengatakan, pelaku pembunuhan wanita di lobi mal Central Park, AH (26) mengidap skizofrenia paranoid atau halusinasi terhadap sesuatu secara berlebihan.

Syahduddi mengakui kalau vonis medis tersebut dikeluarkan oleh Rumah Sakit (RS) Polri Keramat Jati, Jakarta Timur. Dengan dasar observasi kejiwaan terhadap pelaku selama sekitar delapan hari menyusul perilaku aneh pelaku selama proses penyidikan serta keterangan keluarga pelaku.

"Setelah kurang lebih delapan hari dilakukan observasi di Rumah Sakit Bhayangkara tingkat 1 Polri (RS Polri Keramat Jati), didapat keterangan dari dokter forensik psikiatri, disampaikan bahwa terhadap tersangka AH didapati gangguan jiwa berat, yang dalam istilah kedokteran disebut dengan skizofrenia paranoid," kata Syahduddi, Selasa, 24 Oktober.

Lebih lanjut, kata Syahduddi, perbuatan pelanggaran hukum atau tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka AH merupakan bagian daripada gangguan jiwa.

"Sehingga dokter memberikan rekomendasi bahwa tersangka ini memerlukan perawatan psikiatri untuk mengatasi gejala gangguan jiwanya dan pengawasan ketat, guna mencegah terjadinya risiko yang membahayakan diri pelaku dan lingkungan (masyarakat)," kata Syahduddi.

Menanggapi hasil observasi dan rekomendasi RS Polri Keramat Jati tersebut, kata Syahduddi, pihaknya telah melakukan langkah berupa mengirimkan berkas perkara dan berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakbar.

"(Koordinasi) untuk meminta petunjuk dan penanganan lebih lanjut," kata Syahduddi.

Kemudian, lanjut dia, setelah menerima petunjuk dari pihak Kejaksaan, penyidik segera akan melaksanakan gelar perkara untuk memberikan kepastian hukum terhadap kasus tersebut.

"Pada akhirnya nanti penyidik akan mengirim dan menyerahkan tersangka ke rumah sakit jiwa yang sudah ditunjuk oleh Rumah Sakit Bhayangkara tingkat 1 Polri (RS Polri Keramat Jati)," ucap Syahduddi.

Lebih lanjut, menyusul vonis medis adanya gangguan jiwa berat atau skizofrenia paranoid pada tersangka AH, Syahduddi menyebut, penyidik berpedoman kepada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam proses penyidikan.

"Di dalam KUHAP dijelaskan bahwa dalam Pasal 109, penyidik memiliki kewenangan untuk menghentikan penyidikan dikarenakan ada tiga hal, yang pertama karena sudah cukup bukti, yang kedua bukan merupakan tindak pidana, yang ketiga demi hukum," ucap Syahduddi.

Kemudian, lanjut dia, unsur 'demi hukum' tersebut terdiri dari beberapa aspek, salah satunya adalah ketika pelaku mengalami gangguan jiwa maka tidak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum.

"Nah, inilah yang menjadi pedoman kita di dalam proses penanganan selanjutnya, dan ini diperkuat dengan pasal 44 KUHP, dimana dijelaskan bahwa barangsiapa melakukan perbuatan tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, dikarenakan jiwanya cacat dalam pertumbuhan ataupun terganggu karena suatu penyakit itu tidak dapat dipidana," imbuh Syahduddi.

Atas dasar itulah pihak Syahduddi berkoordinasi dengan pihak kejaksaan untuk melengkapi berkas perkara dan juga melampirkan petunjuk dari ataupun keterangan dari ahli RS Polri Keramat Jati untuk dilakukan penanganan kejiwaan sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan.

Sebelumnya, seorang perempuan berinisial FD (44) tewas dibunuh di lobi Central Park, Tanjung Duren Selatan, Grogol Petamburan, Jakarta Barat, Selasa, 26 September.

Kapolsek Tanjung Duren, Kompol Muharam Wibisono Adipradono menyebut pihaknya menerima informasi tersebut pada pukul 07.00 WIB.

Saat itu, pihak Wibisono menerapkan pasal 338 Juncto pasal 55 dan 56 KUHP tentang pembunuhan dan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana sebagai pasal primer terhadap pelaku.