Satgas COVID-19 Jelaskan Alasan Tak Lakukan Pembatasan Mikro Sejak Awal Pandemi Terjadi
Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito (DOK. BNPB)

Bagikan:

JAKARTA - Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menjelaskan alasan baru diterapkannya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) secara mikro. 

Wiku menyebut kebijakan ini baru diberlakukan karena sebelumnya pemerintah belum memiliki data secara menyeluruh terkait penyakit ini.

"Kenapa (penerapannya, red) kita makro? karena kita sebelumnya tidak punya data yang mikro karena penyakit ini baru dan Indonesia begitu luasnya," kata Wiku dalam konferensi pers secara daring yang ditayangkan di YouTube, Rabu, 10 Februari.

Atas alasan inilah, maka kebijakan yang diambil pemerintah di awal masa pandemi COVID-19 lebih bersifat makro atau menyeluruh. Apalagi, belajar dari banyak kejadian, ketika pemerintah daerah menetapkan zona merah di kabupaten atau kota ternyata tidak semua wilayah yang mengalami penyebaran kasus COVID-19 secara masif.

"Tapi dengan berjalannya waktu, datanya makin banyak makin jelas maka penanganan kita makin kecil, makin tersasar," ungkapnya.

Sehinggga, kini pemerintah memutuskan untuk membatasi mobilitas masyarakat dengan cara yang lebih mikro. Wiku juga menilai, dengan melakukan PPKM secara mikro, pendataan penyebaran COVID-19 di Indonesia khususnya di tujuh provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali akan lebih membaik.

Pendataan yang makin baik ini, sambungnya, diharapkan menimbulkan penanganan yang lebih maksimal. Sehingga, dia meminta masyarakat tak lagi mempermasalahkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan PPKM karena keduanya sama saja untuk mengatur mobilitas masyarakat.

"Jadi kembali lagi, tujuannya supaya menjadi lebih spesifik dan cepat selesai di tempat kantong masalah," ujarnya.

Sejak Selasa, 9 Februari kemarin, pemerintah telah menerapkan PPKM Mikro di tujuh provinsi yang sebelumnya telah menjalankan kebijakan yang selama selama empat minggu.

Kebijakan ini didasari Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro dan Pembentukan Posko Penanganan Corona Virus Disease (COVID-19) di Tingkat Desa dan Kelurahan untuk Pengendalian COVID-19.

Penentuan zonasi ini ditentukan oleh pemerintah setempat yang selanjutnya dipetakan oleh masing-masing gubernur. Adapun penentuannya memperhatikan sejumlah kriteria sebagai berikut:

1. Zona hijau

Kriteria: tidak ada rumah di satu RT yang memiliki kasus positif COVID-19 selama 7 hari terakhir.

Skenario: surveilans aktif, seluruh suspek dites dan pemantauan kasus tetap dilakukan secara berkala.

2. Zona kuning 

Kriteria: terdapat 1 sampai 5 rumah dengan kasus positif selama 7 hari terakhir. 

Skenario: menemukan kasus suspek dan pelacakan kontak erat lalu diminta isolasi mandiri dengan pengawasan ketat.

3. Zona oranye

Kriteria: terdapat 6 sampai 10 rumah dengan kasus positif selama 7 hari terakhir.

Skenario: menemukan kasus suspek dan pelacakan kontak erat lalu diminta isolasi mandiri dengan pengawasan ketat, menutup rumah ibadah, tempat bermain anak, dan tempat umum lainnya kecuali sektor esensial.

4. Zona merah

Kriteria: terdapat lebih dari 10 rumah dengan kasus positif selama 7 hari terakhir.

Skenario: menemukan kasus suspek dan pelacakan kontak erat; melakukan isolasi mandiri; menutup rumah ibadah, tempat bermain anak, dan tempat umum lainnya kecuali sektor esensial; melarang kerumunan lebih dari 3 orang; membatasi keluar masuk RT maksimal hinggal pukul 20.00 WIB; dan meniadakan kegiatan sosial yang menimbulkan kerumunan.

Selanjutnya, monitoring bakal dilakukan oleh pos jaga desa berkoordinasi dengan Satgas Penanganan COVID-19 di tingkat kecamatan, kabupaten, kota dan berkoordinasi dengan TNI/Polri.