JAKARTA - Pemerintah bakal melaksanakan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) secara mikro di wilayah Jawa dan Bali mulai Selasa, 9 Februari. Ini untuk menekan mobilatas warga.
Benarkan demikian? VOI coba membandingkan kebijakan PPKM Jawa-Bali dengan PPKM Mikro. Berdasarkan catatan, malah ada pelonggaran di beberapa sektor.
Misalnya, dalam PPKM Jawa-Bali, orang yang kerja di kantor 25 persen, dan sisanya bekerja dari rumah alias WFH. Sementara di PPKM Mikro, orang yang kerja di kantor menjadi 50 persen dan sisanya dari rumah.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memaparkan ada sejumlah perubahan yang terjadi dalam penerapan PPKM mikro yang diatur dalam Instruksi Mendagri Nomor 03 Tahun 2020 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro dan Pembentukan Posko Penanganan COVID-19 untuk Pengendalian Penyebaran COVID-19.
"Pembatasan perkantoran WFH 50 persen dengan pemberlakuan protokol kesehatan secara ketat. Belajar mengajar tetap secara daring," kata Airlangga dalam konferensi pers yang ditayangkan di akun YouTube BNPB Indonesia, Senin, 8 Februari.
Kemudian, pelonggaran juga terjadi terhadap jam operasional mal atau pusat perbelanjaan. Ini tentunya berbeda dengan kebijakan sebelumnya yang menyebut mal hanya diperbolehkan beroperasi hingga pukul 20.00. Dimana dalam PPKM Mikro mal boleh buka sampai pukul 21.00 WIB.
"Kemudian kegiatan restoran dan mal makan minum dengan dine-in sekitar 50 persen," ungkapnya.
Angka 50 persen ini tentunya berbeda dengan kebijakan PPKM tahap 1 dan 2. Pada tahapan yang berlangsung sejak 11 Januari-25 Januari yang kemudian diperpanjang hingga 8 Februari ini, jumlah pengunjung restoran atau mall dibatasi 25 persen.
BACA JUGA:
Sementara untuk pembatasan rumah ibadah dan penutupan fasilitas umum tetap berlaku saat PPKM mikro berlangsung.
Sebagai informasi, PPKM skala mikro dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria zona pengendalian wilayah sampai tingkat RT dan RW. Daerah yang akan menerapkan PPKM mikro ini adalah daerah di 7 provinsi yang telah memberlakukan PPKM sebelumnya. Kriteria zonasi yang dimaksud dibagi dengan zona hijau, zona kuning, zona oranye, dan zona merah.
1. Zona hijau
Kriteria: tidak ada rumah di satu RT yang memiliki kasus positif COVID-19 selama 7 hari terakhir.
Skenario: surveilans aktif, seluruh suspek dites, dan pemantauan kasus tetap dilakukan secara berkala.
2. Zona kuning
Kriteria: terdapat 1 sampai 5 rumah dengan kasus positif selama 7 hari terakhir.
Skenario: temukan kasus suspek dan pelacakan kontak erat lalu diminta isolasi mandiri dengan pengawasan ketat.
3. Zona oranye
Kriteria: terdapat 6 sampai 10 rumah dengan kasus positif selama 7 hari terakhir.
Skenario: temukan kasus suspek dan pelacakan kontak erat lalu diminta isolasi mandiri dengan pengawasan ketat, menutup rumah ibadah, tempat bermain anak, dan tempat umum lainnya kecuali sektor esensial.
4. Zona merah
Kriteria: terdapat lebih dari 10 rumah dengan kasus positif selama 7 hari terakhir.
Skenario: temukan kasus suspek dan pelacakan kontak erat; melakukan isolasi mandiri; menutup rumah ibadah, tempat bermain anak, dan tempat umum lainnya kecuali sektor esensial; melarang kerumunan lebih dari 3 orang; membatasi keluar masuk RT maksimal hinggal pukul 20.00 WIB; dan meniadakan kegiatan sosial yang menimbulkan kerumunan.
PPKM mikro dilakukan melalui koordinasi seluruh unsur, mulai dari ketua RT/RW, kepala desa/lurag, Satlinmas, Babinsa, Bhabinkamtibnas, Satpol PP, PKK, Posyandu, Dasawisma, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda, penyuluh, tenaga kesehatan, karang taruna, serta relawan lainnya.
Mekanisme koordinasi, pengawsan, dan evakuasi PPKM mikro dilakukan dengan membentuk pos komando (posko) tingkat desa dan keluragan. Untuk supervisi dan pelaporan posko desa dan kelurahan dibentuk posko kecamatan. Selain menerapkan PPKM mikro, PPKM skala provinsi dan kabupaten/kota juga masih berjalan seperti sebelumnya.