Kebijakan PPKM Mikro yang Justru Dikritisi Oleh Epidemiolog
Ilustrasi (Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) secara mikro pada Selasa, 9 Februari.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memaparkan berbagai aturan penerapan PPKM secara mikro yang berbeda dengan kebijakan PPKM sebelumnya. Hanya saja, berdasarkan pemaparan yang ada ternyata terdapat pelonggaran di beberapa sektor.

Misalnya, dalam PPKM Jawa-Bali pertama dan kedua, orang yang kerja di kantor 25 persen dan sisanya bekerja dari rumah alias WFH. Sementara di PPKM Mikro, orang yang kerja di kantor menjadi 50 persen dan sisanya dari rumah.

"Pembatasan perkantoran WFH 50 persen dengan pemberlakuan protokol kesehatan secara ketat. Belajar mengajar tetap secara daring," kata Airlangga dalam konferensi pers yang ditayangkan di akun YouTube BNPB Indonesia, Senin, 8 Februari.

Lalu, pelonggaran juga terjadi pada jam operasional atau pusat perbelanjaan atau mal. Jika pada PPKM Jawa-Bali tahap pertama dan kedua mal buka hanya hingga pukul 20.00, pada PPKM Mikro mal boleh buka sampai pukul 21.00.

"Kemudian kegiatan restoran dan mal makan minum dengan dine-in sekitar 50 persen," ungkapnya.

Angka 50 persen ini tentunya berbeda dengan kebijakan PPKM sebelumnya. Pada tahapan yang berlangsung sejak 11 Januari-25 Januari yang kemudian diperpanjang hingga 8 Februari ini, jumlah pengunjung restoran atau mall dibatasi 25 persen.

Ketentuan ini, kata Airlangga, diberlakukan mulai dari tingkatan kabupaten, kota, desa, hingga kelurahan. Harapannya, dengan penerapan PPKM Mikro ini dilaksanakan maka kasus positif COVID-19 bisa ditekan dan kurva penularan bisa dilandaikan.

"Tentu tujuan PPKM Mikro ini adalah untuk menekan kasus positif dan melandaikan kurva sebagai prasyarakat keberhasilan untuk penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional," jelasnya.

Masyarakat diminta tetap perhatikan zonasi di lingkungan RT

Meski terjadi pelonggaran di sejumlah sektor, Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Syafrizal mengingatkan adanya pembatasan jam keluar masuk di wilayah RT yang masuk ke dalam zona merah.

Kemendagri meminta masyarakat memperhatikan zonasi tempat tinggalnya saat pelaksanaan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Mikro.

Dia lantas mencontohkan bagi masyarakat yang ingin pergi ke pusat perbelanjaan atau mall. Menurutnya, meski jam operasional mall akan berlangsung hingga pukul 21.00 WIB namun masyarakat yang tinggal di RT berzona merah sebaiknya pulang sebelum pukul 20.00 WIB.

"Kemarin ada pertanyaan, misalnya mall buka sampai jam 21.00 untuk jawabannya sekarang kalau RT-nya berwarna merah tidak boleh lagi masuk ke dalam pada jam 20.00 ke atas," katanya dalam konferensi pers secara daring yang ditayangkan pada akun YouTube BNPB, Senin, 8 Februari.

"Jadi orang ke mal segera pulang kalau tidak ya enggak bisa masuk ke RT-nya lagi. Jadi ya tetap ada pengurangan," imbuhnya.

Ada pun kebijakan ini dilakukan untuk memberikan keseimbangan antara satu RT dengan yang lainnya. Di mana yang berzona hijau bakal terus menerapkan protokol kesehatan dan surveilans secara baik. "Sementara yang merah diberikan tindakan yang lumayan keras. Sehingga terjadi keseimbangan dalam proses penanganan," jelasnya.

Diketahui, dalam PPKM skala mikro ini memang terdapat kriteria zona pengendalian wilayah sampai tingkat RT dan RW. Daerah yang akan menerapkan PPKM mikro ini adalah daerah di 7 provinsi yang telah memberlakukan PPKM seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, DI Yogyakarta, dan Bali. 

Adapun kriteria zonasi yang dimaksud dibagi dengan zona hijau, zona kuning, zona oranye, dan zona merah.

Kebijakan PPKM Mikro dikritisi

Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menyoroti dan mengkritisi kebijakan PPKM Mikro yang akan diterapkan pemerintah. Menurutnya, di awal dia melihat kebijakan pemerintah untuk melakukan pembatasan secara mikro sudah tepat tapi ketika mengetahui adanya pelonggaran dia menganggapnya sebagai hal yang kontradiktif. 

Selain itu, dia juga menilai kebijakan dengan sistem zonasi yang dilakukan oleh pemerintah perlu kembali dikaji. Alasannya, zonasi daerah belum memperhatikan indikator positivity rate.

"Jadi kalau indikator untuk pengetatan atau pelonggarannya tidak ada ya tidak akan tepat zonasinya. Jadi ini yang harus di-review. Kenapa, karena bisa jadi yang harusnya zona hijau bisa juga ternyata bukan zona hijau," tegas Dicky saat dihubungi VOI.

Lebih lanjut, dia juga menilai Indonesia masih belum bisa melakukan pemilahan zonasi seperti yang bakal diterapkan dalam PPKM Mikro. Sebab, kondisi penularan saat ini begitu masif di level komunitas.

"Sebenarnya kita dalam kondisi belum bisa memilah seperti itu. Belum. Termasuk pembatasan jam 20.00 malam itu," katanya.

Kalaupun pemerintah melaksanakan kebijakan PPKM Mikro, maka yang harus dilakukan adalah menambahkan pengetatan. Sehingga, penularan virus di tengah masyarakat bisa benar-benar ditekan tanpa perlu melakukan lockdown atau kuncitara.

"Harusnya diperkuat jangan ada pelonggaran untuk WFHnya, restoran. Tujuannya untuk mencegah potensi orang berkumpul. Kantor juga begitu. Karena ini kan tidak bisa lockdown, jadi kita lakukan pembatasan ini tapi tidak longgar juga tidak mematikan aktivitas ekonomi dan tidak mengabaikan pencegahan," pungkasnya.