Cegah Gelombang Ketiga, Epidemiolog Minta Jokowi Tinggalkan Konsep Gas dan Rem
Presiden Joko Widodo (Foto: Sekretariat Kabinet RI)

Bagikan:

JAKARTA - Epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono meminta Presiden Joko Widodo meninggalkan konsep gas dan rem yang kerap digunakan selama pandemi COVID-19. Konsep tersebut dianggap menimbulkan perspektif beragam di tengah masyarakat maupun pelaksana kebijakan.

Adapun konsep gas dan rem tersebut kerap digunakan pemerintah untuk menyeimbangkan pemulihan ekonomi dan penanganan kesehatan di tengah pandemi COVID-19.

"Menurut saya sih kita tinggalkan konsep gas dan rem," kata Pandu dalam sebuah diskusi yang ditayangkan secara daring di YouTube, Minggu, 23 Juni.

Tak hanya itu, dirinya menyoroti adanya dua satuan tugas dalam Komite Pengendalian COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) yaitu satuan ekonomi dan penanganan COVID-19. "Seakan-akan yang satu rem yang satu gas. Nah, bosnya tukang nge-gas karena Menteri Perekonomian (Airlangga Hartarto)," ungkapnya.

"Jadinya gini, pengendalian pandemi jadi berombak-rombak terus. Jangan sampai jadi gelombang ketiga," imbuh Pandu.

 

Lebih lanjut, dirinya menilai sektor ekonomi dan kesehatan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. "Karena pengendalian pandemi bagian dari pemulihan ekonomi. Jangan itu bertentangan," tegasnya.

Sehingga, daripada melakukan gas rem yang bisa menjadi umpan bagi kritikus mengkritisi kebijakan pemerintah, Pandu menyarankan pemerintah fokus menjalankan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro secara ketat.

"Gas dan rem kan seakan-akan yang satu mempercepat yang satu memperlambat. Jadi berantem terus. Orang yang senang mengadu kebijakan yang tidak konsisten pemerintah itu jadi umpan terus untuk pada kritikus-kritikus pak Jokowi. Jadi kita jangan kasih umpan semacam ini," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, kasus COVID-19 saat ini terus meningkat setelah libur Hari Raya Idulfitri 1442 Hijriah. Bahkan, data Kementerian Kesehatan per Minggu, 27 Juni tercatat penambahan sebanyak 21.342 kasus baru.

Dalam menekan penularan ini, pemerintah kemudian memutuskan untuk menebalkan atau menguatkan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro. Kebijakan ini diambil karena dianggap paling tepat karena dalam pelaksanaannya tidak akan mengganggu perekonomian masyarakat.