DENPASAR - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali mulai menggarap proyek pengembangan angkutan cepat bus listrik se-Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan atau electric bus rapid transit (e-BRT Sarbagita) yang ditandai dengan penandatanganan kerja sama oleh Pj Gubernur Bali, Millennium Cherished Account Indonesia II (MCA-I II), dan KIAT Kemitraan Indonesia-Australia.
Pj Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya menyebut, angkutan bus listrik ini merupakan salah satu solusi mengatasi kemacetan di Pulau Dewata, apalagi berdasarkan proyeksi Angkasa Pura I pada tahun 2024 jumlah penumpang yang bergerak di Bandara I Gusti Ngurah Rai mencapai lebih dari 24 juta orang.
“Nanti 2026 akan lebih dari 29,3 juta penumpang, pada kondisi tersebut akan terjadi kemacetan stagnan. Apabila tidak segera ditangani dengan peralihan dari transportasi pribadi ke angkutan publik, ini akan mengganggu perjalanan wisatawan dan masyarakat Bali,” kata dia, Rabu, 18 Oktober.
“Berangkat dari permasalahan tersebut khususnya Bali Selatan, didorong penggunaan kendaraan listrik dalam mendukung pengurangan emisi karbon melalui penggunaan energi bersih dengan bantuan pemerintah pusat dan bantuan negara sahabat salah satunya untuk rencana ini,” sambungnya.
Dengan ini maka pengembangan transportasi publik berbasis listrik dapat dimulai dari proses studi kelayakan (feasibility study), di mana Pemprov Bali mengaku siap mendukung pembentukan ekosistemnya, seperti halte, stasiun pengisian daya, hingga akses bagi pejalan kaki.
“Untuk mendukung kegiatan itu, Pemprov Bali telah menetapkan tim yang terdiri dari berbagai pihak dengan ketuanya Kepala Bappeda, kami menyiapkan kantor kerja kesekretariatan dan memberi dukungan yang diperlukan untuk kelancarannya,” ujar Sang Made dikutip ANTARA.
Dia berharap angkutan bus listrik yang akan beroperasi di area Sarbagita dapat menjadi contoh pelayanan angkutan publik ramah lingkungan yang memicu peralihan kendaraan pribadi ke angkutan umum masyarakat dan wisatawan.
Keputusan ini juga dapat mempercepat rencana aksi daerah kendaraan bermotor listrik berbasis baterai di Bali yang targetnya mencapai emisi nol bersih 2045.
BACA JUGA:
Sementara itu mengenai alur pengembangan proyek infrastruktur transportasi ini, Direktur Eksekutif Millennium Challenge Account Indonesia II (MCA-I II) Maurin Sitorus menjabarkan tahapannya.
“Studi kelayakan akan dilaksanakan sekitar 1 tahun, tapi kalau bisa lebih cepat lebih baik. Dan untuk membuat studi ini lebih baik akan berkolaborasi dengan kemitraan Australia, bekerja di bawah arahan Bappenas,” tuturnya.
Selanjutnya, ketika hasil dari studi kelayakan seluruh komponen memenuhi syarat untuk dikembangkan bus listrik, maka MCA-I II bersedia membiayai.
Maurin melanjutkan, ketika proses ini berakhir Maret-Juni 2024 maka tim hanya memiliki waktu 5 tahun sehingga pada 2029 ditargetkan angkutan bus listrik siap dioperasikan.