Mahasiswa UNSa Almas yang Gugatannya Dikabulkan MK Ternyata Anak dari Koordinator MAKI, Fans Berat Gibran Rakabuming
Hakim MK bersiap memimpin sidang permohonan uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu/DOK ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum soal batas usia capres-cawapres berusia minimal 40 tahun yang diajukan oleh seorang mahasiswa UNS bernama Almas Tsaqibbirru Re A.

Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dimohonkan Almas meminta MK mengubah syarat pencalonan capres dan cawapres menjadi berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

"Mengadili, mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan di ruang sidang gedung MK, Jakarta Pusat, Senin, 16 Oktober.

Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Almas Tsaqibbirru. Lantas, siapakah sosok Almas? 

Ternyata Almas merupakan pengagum dari sosok Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka. Ia kagum dengan kinerja-kinerja Gibran selama menjabat. Almas lahir di Solo, Jawa Tengah pada 16 Mei 2000.

Ia tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa) semester VIII. Dilansir dari berbagai sumber, Almas merupakan putra Boyamin Saiman, Koordinator Masyarakat Anti-korupsi Indonesia (MAKI). Almas tinggal di daerah Ngoresan, Kelurahan Jebres, Surakarta. 

Dalam konklusinya, pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan pemohonan a quo. Kemudian, permohonan pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian.

"Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) yang menyatakan, "berusia paling rendah 40 tahun bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai "berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah," papar Anwar Usman.

"Sehingga, Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selengkapnya berbunyi 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'," lanjutnya. 

 

Sementara itu, sebelumnya MK menolak tiga tiga perkara uji materi mengenai batas usia capres-cawapres. Di antaranya perkara nomor 29/PUU-XXI/2023 yang diajukan PSI dengan meminta batas usia minimum capres-cawapres diturunkan menjadi 35 tahun.

Kemudian perkara nomor 51/PUU-XXI/2023 yang diajukan Partai Garuda yang meminta penambahan alternatif pengalaman sebagai penyelenggara negara sebagai syarat selain usia minimal 40 tahun.

Lalu, perkara nomor 55/PUU-XXI/2023, yang diajukan Wali Kota Bukittinggi Erman Safar dkk dengan petitum yang sama dengan Garuda.