JAKARTA - Mantan Menteri Pertahanan sekaligus pemimpin oposisi berhaluan tengah Benny Gantz bergabung dengan pemerintah darurat bersama Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, guna merespons serangan yang dilakukan oleh militan Palestina Hamas pada Sabtu lalu.
Gantz yang juga merupakan mantan jenderal bintang tiga Israel (Rav Aluf) mengatakan, saat ini adalah waktu untuk bersatu dan menang.
"Ada waktu untuk damai dan ada waktu untuk perang. Sekarang adalah waktu untuk perang," ujar Gantz, melansir Reuters 12 Oktober.
Pemerintahan darurat dibentuk pada Rabu sore, setelah PM Netanyahu dan Gantz yang memimpin Persatuan Nasional bertemu di markas militer Israel (IDF) di Tel Aviv pada pagi harinya.
Mengutip The Jerusalem Post, kedua tokoh telah mengadakan sejumlah pertemuan untuk membahas rincian pemerintahan darurat, membutuhkan waktu lima hari untuk mencapai kesepakatan.
Hingga Hari Sabtu, Gantz dengan gigih menentang kemungkinan masuk ke dalam pemerintahan saat ini, yang merupakan pemerintahan paling sayap kanan Israel, seperti dikutip dari The Times of Israel.
Namun, bersama dengan anggota oposisi lainnya, dia mengubah sikap dan mengatakan seluruh perselisihan internal harus dikesampingkan untuk bersatu menghadapi musuh-musuh Israel.
Gantz mengatakan kepada warga Israel, pemerintahan darurat yang baru dibentuk bersatu dan siap untuk menghapus apa yang disebut Hamas dari muka bumi," melansir The Guardian.
Diketahui, kelompok militan Hamas menyerbu Israel dari Jalur Gaza pada Hari Sabtu pekan lalu, menewaskan sedikitnya 1.200 orang, serangan militan Palestina paling mematikan dalam sejarah Israel.
Israel membalas dengan pemboman besar-besaran di Gaza yang telah menewaskan 1.055 orang, diikuti dengan pengerahan ribuan tentara di sekitar wilayah tersebut, meningkatkan penilaian akan adanya invasi darat ke Gaza.
Merespons itu, Israel membentuk pemerintahan darurat yang dipimpin oleh PM Netanyahu dan Gantz, serta Menteri Pertahanan Yoav Gallant.
Pengumuman itu datang setelah Israel dilanda protes selama berbulan-bulan, menentang upaya perdana menteri dan pemerintahannya untuk mendorong reformasi peradilan yang kontorversi, dikutip dari BBC.
Para demonstran didukung oleh saingan politik Netanyahu, serta mantan pejabat tinggi di militer Israel, badan intelijen dan keamanan, mantan hakim agung hingga tokoh hukum terkemuka serta pemimpin bisnis.
Ratusan tentara cadangan, termasuk pilot angkatan udara yang berperan penting dalam pertahanan Israel, mengancam akan menolak wajib militer, yang kemudian menimbulkan peringatan, hal tersebut dapat mengganggu kemampuan militer Israel.
BACA JUGA:
Bulan lalu, Mahkamah Agung Israel bersidang untuk mendengarkan petisi menentang salah satu amandemen hukum pemerintah, yang akan membatasi kekuasaan mereka.
"Kami memerangi musuh yang kejam, lebih buruk dari ISIS," ujar PM Netanyahu bersama Gantz dan Gallant.
Selama pertempuran dengan Hamas di Gaza, pemerintah darurat tidak akan mengambil kebijakan atau undang-undang apa pun yang tidak terkait, kata PM Netanyahu dan Gantz dalam pernyataan bersama mereka.