JAKARTA - Pertemuan Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Puan Maharani dengan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep memiliki banyak makna. Pemilihan lokasi pertemuan dua tokoh politik ini dinilai sangat relevan untuk pemilih muda di Pilpres 2024 mendatang.
“Pertemuan antara Puan Maharani mewakili PDIP dan Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, memberikan beberapa aspek yang menarik untuk dianalisis dalam konteks komunikasi politik dan semiotika politik,” kata Analis Komunikasi Politik, Silvanus Alvin, Sabtu 7 Oktober.
Puan dan Kaesang melakukan pertemuan politik perdana di sebuah kafe yang berada di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, pada Kamis (5/10) kemarin. Alvin menyoroti pemilihan lokasi pertemuan Puan dan Kaesang itu.
“Pemilihan dan penentuan lokasi pertemuan politik kerap dikesampingkan padahal merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan. Dapat digarisbawahi bahwa pertemuan ini digelar dengan nuasana egaliter,” ucapnya.
Alvin menyoroti bagaimana Puan bersedia untuk bertemu dengan Kaesang di kafe, yang identik dengan suasana ‘gaul’ atau tempat kongkow atau nongkrong. Pertemuan tersebut dinilai mencerminkan tindakan yang sangat simbolis, bahwa PDIP mengedepankan cara komunikasi egaliter atau atas dasar prinsip kesetaraan, kesejajaran, kesepadanan.
“PDIP sebagai salah satu partai politik terbesar di Indonesia, tapi mereka berkenan bertemu PSI dalam sebuah kafe. Singkatnya neutral ground ini menjadi penting dan mengedepankan egaliter,” terang Alvin.
“Hal Ini dapat diinterpretasikan sebagai upaya untuk menunjukkan kerendah-hatian dan keinginan untuk berdialog dengan partai lain, tanpa melihat seberapa besar suara yang dimiliki,” sambung Dosen muda Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara (UMN) itu.
Hal yang tidak kalah pentingnya adalah nuansa pertemuan Puan dan Kaesang yang dianggap sebagai pertemuan sederhana khas anak muda. Puan terlihat santai dengan penampilan Kaesang yang jauh dari kategori formal.
Saat bertemu Puan, Kaesang hanya memakai kemeja sederhana dengan tas ransel berhiasan boneka menggantung. Puan sendiri menggunakan pakaian serba hitam.
“Mungkin sudah jadi hal lumrah, bahwa anak-anak muda ‘nongkrong’ di kafe. Pertemuan kali ini mengindikasikan hal serupa. Artinya, hal ini merupakan langkah yang strategis dari sudut pandang semiotika politik,” jelas Alvin.
“Kafe adalah tempat yang umumnya dikaitkan dengan gaya hidup kaum muda yang modern. Tidak kalah penting, menetapkan kafe sebagai titik temu dapat menciptakan citra yang lebih kontemporer dan relevan bagi PDIP serta PSI yang ingin menarik pemilih muda,” sambung lulusan master University of Leicester Inggris itu.
Puan bahkan mengajak sejumlah politisi muda PDIP yang merupakan pengurus Banteng Muda Indonesia (BMI) dan Taruna Merah Putih (TMP) saat bertemu dengan Kaesang. Sebut saja seperti Charles Honoris hingga Diah Pikatan Orissa Putri Haprani atau Pinka.
BMI dan TMP merupakan sayap partai yang dibentuk untuk menanungi anak muda PDIP. Kehadiran banteng muda menemani Puan saat bertemu Kaesang dinilai sebagai upaya PDIP mengimbangi jajaran PSI yang ikut dalam pertemuan di mana mayoritas kader PSI adalah anak muda.
“Selain sebagai bentuk penghargaan untuk PSI, langkah ini menjadi tepat karena Puan seperti membawa pesan bahwa PDIP juga dekat dengan kalangan muda. Tentunya ini sangat penting untuk menggaet pemilih muda pada Pemilu 2024,” ungkap Alvin.
Seperti diketahui, untuk pertama kalinya di Indonesia pemilih terbanyak di pemilu adalah Gen Z dan Milenial pada 2024 nanti. Dari 204.807.222 pemilih di Pemilu 2024, sebanyak 66,8 juta pemilih datang dari generasi milenial dan 46,8 juta pemilih merupakan gen Z.
Dengan memilih setting yang santai seperti kafe, menurut Alvin, pertemuan Puan dan Kaesang bertujuan untuk menghilangkan kesan kaku yang sering terkait dengan politik konvensional. Baik pemilihan lokasi hingga suasana pertemuan yang santai dan kekeluargaan disebut menunjukkan nilai-nilai kesederhanaan.
“Bahwa pertemuan ini tidak bermaksud untuk menciptakan kesan mewah atau berlebihan. Di sini kita bisa lihat ada kesesuaian citra yang ingin dibangun oleh kedua belah pihak, yaitu sebagai partai politik yang mendekatkan diri dengan rakyat,” tutur Penulis buku ‘Komunikasi Politik di Era Digital: dari Big Data, Influencer Relations & Kekuatan Selebriti, Hingga Politik Tawa’ tersebut.
“Pertemuan yang sederhana bisa membangun kedekatan emosional dengan pemilih dan menghindari kesan mewah yang dapat merusak citra kepedulian terhadap kebutuhan rakyat,” imbuh Alvin.
Sebelumnya, Puan dan Kaesang mengungkap isi pertemuan mereka. Puan menyebut pertemuannya dengan Kaesang terasa sangat akrab. Meski membicarakan soal isu serius, pertemuan tetap terasa santai dan penuh kekeluargaan.
“Bisa saya sampaikan bahwa pertemuan dengan Mas kaesang ini sebetulnya kan ini pertemuan formal, yang dilakukan secara informal. Tadinya kita cuma mau makan-makan pisang goreng, minum-minum kopi sambil nyantai antara kakak sama adiknya,” kata Puan usai pertemuan dengan Kaesang.