Bagikan:

JAKARTA - Kemunculan Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden (Bacapres) pada Pemilihan Presiden 2024 dihantui bayang-bayang politik identitas. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini dituding memanfaatkan Isu SARA untuk merebut kursi tertinggi di ibu kota pada Pilgub 2017. 

Label tersebut kini sedang berusaha dihilangkan Anies seiring langkahnya maju sebagai Bacapres. Nama Anies Baswedan dideklarasikan sebagai Bacapres oleh Partai Nasional Demokrat pada Oktober 2022, beberapa bulan sebelum tahapan pemilihan presiden resmi dimulai.

Singkat cerita, Anies kemudian menggandeng Muhaimin Iskandar atau yang akrab dikenal Cak Imin sebagai bakal calon wakil presiden (Bacawapres) pada Pilpres 2024 dalam deklarasi yang dilakukan di Hotel Majapahit, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (2/9/2023).

Deklarasi Bacapres dan Bacawapres Anies dengan Cak Imin terbilang mengejutkan. Ada pihak yang merasa dikhianati dalam pendeklarasikan tersebut. Adalah Partai Demokrat yang menuding Koalisi Perubahan berkhianat karena memilih Ketum PKB, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, sebagai pasangan Anies Baswedan sebagai bakal cawapres.

Pertama Kali Terlibat Kontestasi Pilpres

Bagi Anies Baswedan, ini akan menjadi pengalaman pertamanya nyemplung dalam kontestasi Pilpres. Tapi, bukan berarti pria kelahiran 7 Mei 1969 ini bertarung tanpa modal. Sepak terjang Anies tak bisa dipandang sebelah mata, meski tidak sedikit pula pihak yang mencibir perjalanan kariernya.  

Dikenal sebagai sosok yang aktif di bidang pendidikan, karier publik Anies Baswedan dimulai dengan menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di Kabinet Kerja pemerintahan Presiden Jokowi.

Ia didapuk sebagai Mendikbud pada Oktober 2014. Namun, masa kepemimpinan Anies tak bertahan lama. Tidak lebih dari dua tahun Anies menduduki kursi Mendikbud, sebelum posisinya digantikan Muhadjir Effendy.

Anies Baswedan saat menjadi bagian tim pemenangan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam Pilpres 2014. (Antara/Widodo S. Jusuf)

Selama menjabat Mendikbud, Anies melakukan sejumlah program kerja serta kampanye-kampanye gerakan. Salah satu kampanye yang paling menyita perhatian adalah mendorong orangtua mengantar anak di hari pertama sekolah. Ini dilakukan untuk meningkatkan ikatakan emosional orangtua dengan sekolah dan anaknya.

"Hari pertama sekolah juga menjadi kesempatan mendorong interaksi antara orangtua dengan guru di sekolah untuk menjalin komitmen bersama dalam mengawal pendidikan anak selama setahun ke depan. Kampanye ini juga bertujuan meningkatkan kepedulian dan keterlibatan publik dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah," tulis Anies dalam Surat Edaran nomor 4 tahun 2016 tentang Hari Pertama Sekolah.

Sampai saat ini, alasan pencopotan Anies oleh Jokowi adalam reshuffle kabinet jilid II, 27 Juli 2016 masih simpang siur.

Upaya Kabur dari Politik Identitas

Usai dicopot sebagai Mendikbud, Anies Baswedan melanjutkan kariernya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Anies maju dalam Pilgub DKI Jakarta 2017 bersama penguasaha dan politikus Partai Gerindra, Sandiaga Uno sebagai wakil gubernur.

Di sinilah titik Anies dianggap berubah haluan. Dari awalnya sebagai bagian dari rezim Jokowi dengan menjadi jubir tim pemenangan Jokowi dan Jusuf Kalla pada kampanye Pilpres 2014, Anies bertransformasi menjadi ‘musuh’ sang presiden seusai dicopot dari jabatannya sebagai Menteri Pendidikan.

Kendati demikian, pengamat politik Andriadi Achmad enggan menyebut Anies melakukan sebuah pengkhianatan.

“Politik itu dinamis, tidak ada kawan atau lawan abadi. Yang abadi dalam politik hanyalah kepentingan,” kata Andriadi kepada VOI.

Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar bersama mantan Pemimpin FPI, Habib Rizieq Shihab di Petamburan, Jakarta Pusat (27/9/2023). (Dok. Timses Anies Baswedan) 

Kemenangan Anies dalam Pilgub diwarnai tudingan kampanye hitam. Beberapa pengamat menilai Anies melakukan politik identitas dengan membawa isu SARA untuk mengalahkan Basuki Tjahaja Purnama, lawannya dalam Pilgub 2017. Apalagi saat itu Anies mendapat dukungan penuh dari PA 212 dalam pertarungan enam tahun lalu. 

Label soal politik identitas ini cukup melekat pada Anies selama dia menjabat sebagai orang nomor satu di Jakarta. Tapi menurut Andriadi Achmad, Anies berusaha menghilangkan label tersebut dengan menggaet Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar sebagai Bacawapresnya.

“Politik identitas ini sulit lepas, tapi sekarang dia sedang membangun citra untuk lepas dari politik identitas,” Andriadi melanjutkan.

“Dengan bergabung ke Nasdem dan menggaet Cak Imin sebagai Bacapresnya, label tersebut mulai kabur. Jadi, ini adalah langkah Anies dalam rangka menghilangkan politik identitas,” kata Andriadi.

Abaikan Hasil Survei

Berdasarkan hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, elektabilitas Anies Baswedan turun setelah mendeklarasikan diri berpasangan dengan Muhaimin Iskandar sebagai Bacawapres.

Elektabilitas Anies hanya 14,5 persen pada September atau turun 5,2 persen dari Agustus. Ia kalah dari Ganjar Pranowo yang mengalami kenaikan elektabilitas 2,1 persen menjadi 37,9 persen di September. Sementara Prabowo berada di urutan pertama dengan 39,8 persen di bulan yang sama.

"Anies elektabilitasnya justru turun pascadeklarasi, pasca memilih Cak Imin sebagai Cawapres justru elektabilitas Anies menurun,” kata Peneliti LSI Denny JA Adjie Alfaraby dalam tayangan rilis survei daring, dikutip Antara.

Suasana aksi reuni 212 di kawasan Monas, Jakarta, Senin (2/12/2019). Reuni tersebut digelar untuk lebih mempererat tali persatuan umat Islam dan persatuan bangsa Indonesia. (Antara/Aruna/Adm/ama)

Tapi Andriadi mengingatkan, hasil survei tidak sepenuhnya menggambarkan hasil Pilpres nanti. Pengamat politik asal Bengkulu ini mengatakan masa kampanye selama kurang lebih tiga bulan adalah periode penting untuk menggaet suara.

“Kampanye adalah masa-masa sangat penting. Meski dalam survei Anies berada di posisi buncit, bukan tidak mungkin sewaktu kampanye bisa membalikkan keadaan,” Andriadi menjelaskan.

“Periode kampanye bisa bilang masa-masa injury time bagi para Bacapres untuk mengambil hati masyarakat,” pungkasnya.