Bagikan:

JAKARTA - Eks Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan menulis surat terbuka ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Senin, 25 September. Ia mengaku kecewa dengan sistem penegakan hukum di tanah air dan merasa jadi korban.

"Surat terbuka ini saya tulis karena keprihatinan terhadap sistem penegakan hukum di Indonesia," demikian tulis Karen dalam surat terbuka itu.

"Terdapat pasal-pasal karet yang bersifat multi interpretasi sehingga penegakan hukum disalahartikan yang mengakibatkan kerugian bisnis di BUMN dapat dijadikan dasar oleh Aparat Penegak Hukum (APH) sebagai tindak pidana korupsi (tipikor). Saya adalah salah satu korbannya," sambungnya.

Karen mengaku kaget dengan penetapan tersangka dugaan pengadaan Liquified Natural Gas (LNG) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 8 Juni dan ditahan pada 19 September.

"Karena kontrak yang ditandatangani pada 2013 dan 2014 oleh Pertamina sudah dibatalkan diganti dengan kontrak baru pada era Bapak Presiden Jokowi, yakni pada tanggal 20 Maret tahun 2015," ujarnya.

Pada saat itu, sambung Karen, ia sudah lagi tak menjabat sebagai Dirut PT Pertamina. Sehingga, ia mempertanyakan alasan komisi antirasuah menetapkannya sebagai tersangka.

"Atas dasar hal tersebut saya mohon perhatian Bapak Presiden dan seluruh pihak terkait guna memastikan bahwa proses hukum ini dijalankan sesuai dengan sistem penegakan hukum yang benar," ungkap Karen.

Jangan sampai ada pihak tertentu yang justru menimbulkan kerugian negara lebih besar.

"Izinkan saya untuk mengutarakan isu di atas sekali lagi sebagai sebuah main going concern terkait terwujudnya ketahanan energi negeri ini," katanya.

"Surat terbuka ini merupakan kewajiban moral dan hukum bagi saya untuk memberikan penjelasan yang jernih kepada Bapak Presiden dan masyarakat Indonesia," imbuh Karen.

Adapun surat ini ditembuskan ke sejumlah pejabat. Di antaranya, Menkopolhukam Republik Indonesia, Menko Maritim dan Investasi, Menteri BUMN, Menteri ESDM, Menteri Keuangan, Ketua Komisi III DPR RI, Ketua Komisi VI DPR RI, dan Ketua Komisi VII DPR RI.

Diberitakan sebelumnya, Karen mengklaim jajaran direksi perusahaan pelat merah tersebut tahu soal pengadaan LNG. Dia membantah bermain sendiri seperti tudingan KPK.

“Itu sudah disetujui oleh seluruh direksi secara kolektif kolegial dan secara sah karena ingin melanjutkan apa yang tertuang dalam proyek strategis nasional,” kata Karen kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 19 September.

Tak hanya itu, Karen juga menyebut ada tiga konsultan yang terlibat.

“Ada due diligence (review untuk mencari fakta),” tegasnya.

Selain itu, dia memastikan pemerintah mengetahui proses pengadaan ini. Bahkan, Dahlan Iskan, Menteri BUMN periode 2011-2014 mengetahui dan menyetujui.

“Pak Dahlan tahu, karena Pak Dahlan penanggungjawab,” pungkas Karen.