Bagikan:

JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) disebut kecipratan aliran dana kasus korupsi penyediaan infrastruktur Base Tranceiver Station (BTS) dan pendukung Kominfo periode 2020-2022, senilai Rp40 miliar.

Muncul aliran dana ke BPK berdasarkan keterangan Windy Purnama yang merupakan saksi mahkota untuk terdakwa Johnny G. Plate, Anang Achmad Latif dan Yohan Suryanto.

Bermula saat Windy mengatakan sempat diminta untuk memberikan uang kepada terkait proyek BTS 4G kepada seseorang bernama Sadikin oleh terdakwa Anang Achmad Latif.

"Nomor (telepon) dari pak Anang seseorang atas nama Sadikin. Nomor teleponnya diberikan oleh pak Anang lewat Signal," ucap Windy dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, 26 September.

"Berapa?" tanya Hakim Ketua Fahzal.

"Itu saya tanya untuk siapa, untuk BPK Yang Mulia," jawab Windiy.

Hakim Fahzal mencoba menegaskan konteks BPK yang dimakud oleh Windy. Tujuannya, untuk menyamakan arti.

Saat itulah, Windy menyebut bila BPK yang dimaksud yakni Badan Pemeriksa Keungan. Sadikin disebut sebagai perwakilan penerima uang.

"BPK atau PPK? Kalau PPK Pejabat Pembuat Komitmen. Kalau BPK Badan Pemeriksa Keuangan. Yang mana?" tanya Hakim Fahzal.

"Badan Pemeriksa Keuangan, Yang Mulia," jawab Windi.

Lalu, Windy menyampaikan proses pemberian uang. Dikatakan uang itu diserahkan kepada Sadikin di parkiran salah satu hotel mewah di Jakarta.

"Di mana ketemunya sama Sadikin itu?" tanya hakim.

"Ketemunya di Hotel Grand Hyatt. Di parkirannya pak," kata Windi.

"Berapa pak?" tanya hakim menegaskan.

"Rp40 M," sebut Windi.

Hakim Fahzal meminta saksi merinci pecahan uang yang disimpan dalam koper tersebut. Windy pun menyebut ada pecahan dolar Ameriksa Serikat (AS) dan Singapura.

"Ya Allah. Rp40 M diserahkan di parkiran? Uang apa itu? Uang rupiah atau dolar Amerika, dolar Singapura, atau Euro?" cercar Hakim Fahzal.

"Uang asing pak. Saya lupa detailnya mungkin gabungan dolar Amerika dan dolar Singapura," kata Windi.