Periksa Sespri Edhy, KPK Dalami Pembelian Tanah Diduga Pakai Duit Korupsi Benur
Ilustrasi-Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami salah satu aliran dana yang diduga digunakan mantan Menteri Kelautan Edhy Prabowo dari hasil korupsi ekspor benih lobster atau benur.

KPK menduga salah satu aliran dananya digunakan untuk membeli tanah. Pembelian ini diduga dilakukan oleh sekretaris pribadinya, Amiril Mukminin. Oleh sebab itu, hari ini KPK memeriks Amiril.

"Penyidik masih terus mendalami terkait pengelolaan sejumlah uang yang dipercayakan oleh tersangka EP (Edhy Prabowo) kepada saksi (Amiril Mukminin) yang di antaranya juga diduga digunakan untuk pembelian aset berupa tanah," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Minggu, 7 Februari.

Kata Ali, KPK menduga tanah yang dibeli Amiril bersumber dari suap yang diterima dari sejumlah eksportir benur agar bisa mendapat izin ekspor dari KKP. 

"Adapun sumber uang pembeliannya juga masih diduga berasal dari para eksportir benur yang mendapatkan izin ekspor di KKP," tutur Ali.

Beberapa waktu lalu, KPU telah memeriksa seorang saksi berna Makmun Saleh. Makmun yang merupakan pensiunan itu diduga mengetahui uang untuk membeli tanah Edhy dari para eksportir yang mendapat izin ekspor.

"Makmun Saleh didalami pengetahuannya terkait adanya dugaan transaksi pembelian tanah oleh tersangka EP. Didalami juga terkait pengetahuan saksi mengenai dugaan sumber uang untuk pembelian tanah tersebut dari para ekspoktir benur yang mendapatkan persetujuan izin ekspor dari tim khusus yang dibentuk oleh EP," jelas Ali.

Dalam kasus suap ekspor benur atau benih lobster ini, Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama lima orang lainnya yaitu: Stafsus Menteri KKP Safri (SAF) dan Andreau Pribadi Misanta (APM); Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK) Siswadi (SWD); Staf istri Menteri KKP Ainul Faqih, dan Amiril Mukminin (AM).

Sementara pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito (SJT).

Edhy ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan forwarder dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar dan  100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.

Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.

Uang ini dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istri-nya di Honolulu, AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, sepeda roadbike, dan baju Old Navy.