Soroti Kesepakatan Nuklir 2015 di Majelis Umum PBB, Presiden Iran: Amerika Harus Tunjukkan Niat Baik
Presiden Iran Ebrahim Raisi di Sidang Majelis Umum PBB 2023. (Sumber: PBB)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Iran Ebrahim Raisi mengatakan di Sidang Majelis Umum PBB, Amerika Serikat harus membuktikan niat baik dan tekad untuk memulihkan kembali kesepakatan nuklir 2015, seiring dengan tidak ada hasil yang diperoleh dari pembicaraan tidak langsung selama berbulan-bulan yang digelar kedua pihak.

"Dengan keluar dari JCPOA, Amerika Serikat melanggar perjanjian dan prinsip itikad baik. Amerika harus menunjukkan niat baik dan tekadnya," kata Presiden Raisi dalam pidatonya di Majelis Umum PBB, merujuk pada Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) antara Teheran dengan enam kekuatan dunia, melansir Reuters 20 September.

"Amerika harus membangun kepercayaan untuk menunjukkan niat baik dan kemauan tulusnya untuk memenuhi komitmennya dan menyelesaikan jalannya," kata Presiden Raisi.

Sementara itu, para pejabat AS dan Eropa telah mencari cara untuk mengekang aktivitas nuklir Iran, sejak gagalnya perundingan tidak langsung Washington-Teheran setahun yang lalu.

Untuk meredakan ketegangan, kedua negara mencapai kesepakatan yang dimediasi Qatar bulan lalu, menghasilkan pertukaran lima tahanan masing-masing pada Hari Senin,melibatkan pencairan dana Teheran sebesar 6 miliar dolar AS di Korea Selatan.

Diketahui, Amerika Serikat keluar dari kesepakatan itu ketika di bawah kepemimpinan Donald Trump pada tahun 2018. Alasannya, perjanjian itu terlalu murah hati kepada Teheran. Ia kemudian menerapkan kembali sanksi keras AS terhadap Iran, sehingga mendorong Teheran secara bertahap melanggar batas-batas nuklir perjanjian tersebut.

Setelah menjabat pada Bulan Januari 2021, Presiden Joe Biden mencoba merundingkan pemulihan kesepakatan nuklir 2015, di mana Iran telah membatasi program nuklirnya dengan imbalan keringanan sanksi dari AS, Uni Eropa dan PBB.

Namun perundingan nuklir selama berbulan-bulan terhenti sejak September lalu, dan kedua belah pihak saling menuduh menuntut konsesi yang berlebihan.