KLHK Kaji Sanksi Usaha Angkutan yang Bikin Polusi Udara
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK Rasio Ridho Sani (kiri)/ANTARA/Sugiharto Purnama

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengkaji penerapan sanksi terhadap perusahaan angkutan orang dan barang yang mencemari udara di wilayah Jabodetabek.

"Kami sedang menyiapkan langkah hukum untuk usaha angkutan dengan menggunakan pendekatan hukum pidana," kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK Rasio Ridho Sani dalam konferensi pers di  Jakarta dilansir ANTARA, Jumat, 8 September.

Rasio menuturkan pihaknya menggunakan Pasal 100 yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pasal itu berbunyi setiap orang yang melanggar baku mutu emisi atau baku mutu gangguan dipidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar. 

"Kami belum pernah pakai pasal ini, tetapi kami akan menggunakan ini dengan kondisi yang ada. Kami pernah menangani kebakaran hutan dan lahan, berapa pasal pernah kami pakai termasuk gugatan perdata," ujar Rasio. 

Tindakan pidana hanya bisa dikenakan apabila sanksi administratif telah dijatuhkan dan tidak dipatuhi atau pelanggaran lebih satu kali.

Sanksi itu diberikan kepada setiap kendaraan yang berpotensi melebihi baku mutu. Setelah pengenaan sanksi administrasi, namun pengusaha angkutan masih tidak membenahi kendaraannya, maka KLHK menerapkan sanksi hukum pidana. 

"Kami melakukannya kepada pengusaha angkutan bus maupun truk, karena kami tahu banyak bus dan truk mengeluarkan asap hitam," ujar Rasio.

 

Sejak 17 Agustus 2023 hingga sekarang, KLHK membuka layanan uji emisi bagi pemilik kendaraan bermotor sebagai upaya pengawasan dan mengontrol emisi gas buang yang dihasilkan oleh kendaraan.

Sekretaris Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Tulus Laksono mengatakan setiap hari ada 100 sampai 150 kendaraan bermotor yang melakukan uji emisi di kantor KLHK.

"Ternyata hasilnya 33 persen roda dua tidak lulus, kendaraan roda empat sekitar 13 persen yang tidak lulus, dan bus sekitar 16 persen tidak lulus. Rata-rata per hari yang tidak lulus sebanyak 20 persen dari kegiatan uji emisi yang dilakukan secara mandiri oleh KLHK," kata Tulus.

Jakarta saat ini memiliki 24,5 juta kendaraan bermotor yang mayoritas adalah sepeda motor dengan komposisi mencapai 78 persen. Rata-rata pertumbuhan kendaraan bermotor per tahun sebesar 5,7 persen atau setara 1,2 juta unit dan sepeda motor 6,38 persen atau setara 1,04 juta unit. 

KLHK menyampaikan penyebab polusi udara di Jabodetabek berasal dari asap kendaraan bermotor sebesar 44 persen, 34 persen dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), dan sisanya disumbangkan oleh sektor industri.