JAKARTA - Amerika Serikat memperingatkan Korea Utara akan menanggung konsekuensi setiap pasokan senjata Rusia yang dipergunakan di Ukraina, saat perundingan senjata Moskow dengan Pyongyang dinilai mengalami kemajuan.
Memberikan senjata kepada Rusia "tidak akan berdampak baik bagi Korea Utara dan mereka akan menanggung konsekuensinya di komunitas internasional," kata Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan kepada wartawan di Gedung Putih, melansir Reuters 6 September.
Kremlin mengatakan sebelumnya pada Hari Selasa, mereka "tidak mengatakan apa pun" tentang pernyataan para pejabat AS, bahwa Pemimpin Kim berencana melakukan perjalanan ke Rusia bulan ini untuk bertemu Presiden Vladimir Putin dan membahas pasokan senjata ke Moskow.
Pemimpin Kim memperkirakan diskusi mengenai senjata akan terus berlanjut, kata Sullivan, termasuk di tingkat pemimpin dan "bahkan mungkin secara langsung".
"Kami terus menekan basis industri pertahanan Rusia dan Moskow kini mencari sumber apa pun yang bisa mereka temukan untuk barang-barang seperti amunisi," kata Sullivan.
"Kami akan terus menyerukan Korea Utara untuk mematuhi komitmen publiknya untuk tidak memasok senjata ke Rusia yang pada akhirnya akan membunuh warga Ukraina," lanjut Sullivan.
Sebelumnya, juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS Adrienne Watson pada Hari Senin mengatakan Pemimpin Kim dan Presiden Putin mungkin berencana untuk bertemu, dan New York Times mengutip pejabat AS dan sekutu yang tidak disebutkan namanya yang mengatakan, Pemimpin Korea Utara berencana melakukan perjalanan ke Rusia paling cepat minggu depan untuk menemui Presiden Rusia.
Ketika ditanya apakah ia dapat mengonfirmasi pembicaraan tersebut, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan: "Tidak, saya tidak bisa. Tidak ada yang perlu dikatakan."
BACA JUGA:
Sementara itu, seorang pejabat kementerian pertahanan Korea Utara pada Bulan November mengatakan, Pyongyang "tidak pernah melakukan 'kesepakatan senjata' dengan Rusia" dan "tidak memiliki rencana untuk melakukan hal tersebut di masa depan."
Terpisah, pakar Korea Utara di Universitas Kookmin Seoul Andrei Lankov mengatakan, Pemimpin Kim kemungkinan ingin menekankan rasa dukungan Rusia, dan mungkin mengupayakan kesepakatan dalam penjualan senjata, bantuan dan pengiriman pekerja ke Rusia.