Bagikan:

JAKARTA - Sekitar 6 miliar ton pasir laut dikeruk setiap tahunnya dalam praktik yang menurut badan PBB tidak berkelanjutan dan dapat memusnahkan kehidupan laut setempat secara permanen.

Pasir adalah sumber daya alam yang paling banyak dieksploitasi di dunia setelah air. Namun, ekstraksi pasir untuk digunakan dalam industri seperti konstruksi hanya diatur secara longgar, sehingga mendorong PBB untuk mengeluarkan resolusi tahun lalu untuk mendorong penambangan yang lebih berkelanjutan.

Temuan dari United Nations Environment Programme (UNEP) ini bertepatan dengan peluncuran platform 'Marine Sand Watch' yang didukung oleh pendanaan dari Pemerintah Swiss, yang memantau aktivitas pengerukan menggunakan pelacakan kelautan dan kecerdasan buatan.

"Jumlah pasir yang kita ambil dari lingkungan sangat banyak dan memiliki dampak yang besar," kata Pascal Peduzzi dari UNEP dalam konferensi pers di Jenewa, melansir Reuters 5 September.

Sambil menunjuk ke sebuah gambar kapal yang ia gambarkan sebagai "penyedot debu raksasa", ia mengatakan kapal-kapal semacam itu "pada dasarnya mensterilkan dasar laut dengan mengekstraksi pasir, menghancurkan semua mikroorganisme yang memberi makan ikan".

Dalam beberapa kasus, perusahaan memindahkan semua pasir ke batuan dasar, yang berarti bahwa "kehidupan tidak akan pernah pulih," tambah Peduzzi.

Meskipun secara global, 6 miliar yang diekstraksi lebih sedikit daripada pasir yang diendapkan setiap tahun oleh sungai-sungai di dunia, di beberapa daerah, pengambilan pasir melebihi tingkat pengisian kembali, kata UNEP.

Diketahui, Laut Cina Selatan, Laut Utara dan pantai timur Amerika Serikat adalah beberapa wilayah yang paling banyak mengalami pengerukan, kata Arnaud Vander Velpen, seorang ahli industri pasir dan analisis data dari Universitas Jenewa.

Sementara China, Belanda, Amerika Serikat dan Belgia adalah beberapa negara yang paling aktif di sektor ini, ujarnya.