JAKARTA - Dian, selaku pemilik lahan dan pengelola pembakaran arang di kawasan Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur, merasa dirinya tertekan dengan kebijakan Pemprov DKI Jakarta yang menutup usahanya.
Sebab, kebijakan yang dikeluarkan Pemprov DKI Jakarta terkesan hanya sepihak tanpa memikirkan mata pencarian warga.
"Karena apa? khususnya pemerintah tidak memperhatikan kebijakan. Saya juga mengerti dengan isu naiknya tentang polusi udara di Jakarta. Tapi pada dasarnya, polusi udara ini penyebabnya bukan hanya dari pembakaran arang batok saja, masih banyak pabrik-pabrik yang besar apakah sudah ditutup?," tanya Dian kepada Pemprov DKI Jakarta.
Bahkan, kebijakan Pemprov DKI Jakarta melalui Pemkot Jakarta Timur dinilai masih tebang pilih. Kebijakan penutupan produksi yang mengeluarkan asap itu tidak diterapkan secara merata di pabrik besar kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur.
"Pembuatan arang ini sudah beroperasi sekitar 6 sampai 7 tahun lalu. Dulu gak ada masalah, sekarang kenapa tiba-tiba ada masalah. Saya sebagai pemilik lahan dan pengelola pembakaran arang di situ, saya merasa terzolimi oleh Pemprov DKI," kata Dian.
BACA JUGA:
Jika kebijakan penutupan sebagai langkah pengurangan polusi udara, Dian meminta semua pabrik yang mengeluarkan asap hitam harus ditindak tegas agar adil.
"Kalau mau semua, ya semua total sekalian. Jangan rakyat kecil ini diuprek-uprek, disuruh tutup kan. Adakah solusi dari Pemprov untuk memberikan solusi buat kami? Kan gitu," keluhnya.
Sementara itu, Andi Lukman, pemilik industri arang batok kelas rumahan juga meluapkan kekecewaannya terhadap Pemerintah Kota Jakarta Timur (Pemkot Jaktim). Dia kesal, dan menilai Pemkot Jaktim tidak profesional saat menutup usahanya.
Menurut Andi, kebijakan yang diterapkan Pemkot Jakarta Timur justru hanya menciptakan masalah baru karena menghilangkan mata pencarian warga tanpa ada solusi.