Bagikan:

JAKARTA - Perwira militer senior Gabon mengumumkan telah menempatkan Presiden Ali Bongo Ondimba dalam tahanan rumah, seiring dengan perebutan kekuasaan yang mereka lakukan usai petahana tersebut memenangkan masa jabatan ketiga, menunjuk pemimpin sementara dari kalangan mereka selama masa transisi.

Dalam beberapa jam, para jenderal bertemu untuk membahas siapa yang akan memimpin transisi dan menyetujui dengan suara bulat untuk menunjuk Jenderal Brice Oligui Nguema, mantan kepala pasukan pengamanan presiden (Paspampres) Gabon, menurut pidato lain yang disiarkan televisi.

Sementara itu, dari lokasi penahanan di kediamannya, Bongo mengajukan banding melalui pernyataan video kepada sekutu asing, meminta mereka untuk berbicara atas nama dia dan keluarganya. Dia bilang dia tidak tahu apa yang terjadi.

Ratusan orang merayakan intervensi militer di jalan-jalan ibu kota Gabon, Libreville. Sementara PBB, Uni Afrika, dan Prancis, mantan penguasa kolonial Gabon yang menempatkan pasukan di sana, mengutuk kudeta tersebut.

"Saya melakukan unjuk rasa hari ini karena saya gembira. Setelah hampir 60 tahun, Bongo kehilangan kekuasaannya," kata Jules Lebigui, seorang pengangguran berusia 27 tahun yang bergabung dengan massa di Libreville, melansir Reuters 31 Agustus.

Bongo mengambil alih kekuasaan pada tahun 2009 setelah kematian ayahnya, Omar, yang memerintah sejak tahun 1967. Para penentangnya mengatakan keluarga tersebut tidak berbuat banyak dalam membagi kekayaan minyak dan pertambangan negara tersebut kepada 2,3 juta penduduknya.

Para pejabat Gabon, yang menamakan diri mereka Komite Transisi dan Pemulihan Institusi, mengatakan bahwa negara tersebut sedang menghadapi "krisis kelembagaan, politik, ekonomi dan sosial yang parah", bahwa pemungutan suara pada tanggal 26 Agustus tidak dapat dipercaya.

Mereka juga mengatakan telah menangkap putra presiden, Noureddin Bongo Valentin dan sejumlah orang lainnya karena korupsi dan makar.

Belum ada komentar langsung dari Pemerintah Gabon mengenai hal ini.

Diberitakan sebelumnya, sejumlah perwira militer senior yang tampil di saluran televisi Gabon 24 mengatakan hasil pemilu dibatalkan, semua perbatasan ditutup hingga pemberitahuan lebih lanjut dan lembaga-lembaga negara dibubarkan.

Para prajurit memperkenalkan diri mereka sebagai anggota Komite Transisi dan Pemulihan Institusi. Adapun lembaga-lembaga negara yang mereka nyatakan dibubarkan antara lain pemerintah, senat, majelis nasional, mahkamah konstitusi dan lembaga pemilu.

"Atas nama rakyat Gabon, kami memutuskan untuk mempertahankan perdamaian dengan mengakhiri rezim yang berkuasa saat ini," kata para perwira tersebut dalam sebuah pernyataan.

Diketahui, para perwira tersebut mengatakan mereka mewakili seluruh pasukan keamanan dan pertahanan di negara Afrika Tengah tersebut.

Ketegangan meningkat di Gabon di tengah kekhawatiran akan terjadinya kerusuhan setelah pemilihan presiden, parlemen dan legislatif pada Hari Sabtu, yang menyaksikan Bongo berusaha untuk memperpanjang kekuasaan keluarganya yang telah berlangsung selama 56 tahun.

Sementara, pihak oposisi Gabon mendorong perubahan di negara yang kaya akan minyak dan kakao namun miskin dan sering dilanda bencana tersebut.

Kurangnya pemantau internasional, penangguhan beberapa siaran luar negeri, dan keputusan pemerintah untuk memutus layanan internet serta memberlakukan jam malam secara nasional setelah pemilu, telah menimbulkan kekhawatiran mengenai transparansi proses pemilu.