Bagikan:

JAKARTA - Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa menyebut situasi yang terjadi di Afrika menjadi perhatian Benua Biru tersebut, jika kudeta militer di Gabon terkonfirmasi, mengatakan situasi di negara itu akan dibahas menteri pertahanan blok tersebut.

Sekelompok perwira militer senior Gabon muncul di televisi nasional pada Rabu dini hari, mengatakan mereka telah mengambil alih kekuasaan, setelah badan pemilihan umum negara itu mengumumkan Presiden Ali Bongo telah memenangkan masa jabatan ketiga.

"Jika hal ini benar, maka ini adalah kudeta militer lainnya yang meningkatkan ketidakstabilan di seluruh kawasan," kata Borrell, berbicara pada pertemuan para menteri pertahanan Uni Eropa di Toledo, melansir Reuters 30 Agustus.

"Seluruh kawasan, mulai dari Republik Afrika Tengah, lalu Mali, lalu Burkina Faso, sekarang Niger, mungkin Gabon, berada dalam situasi yang sangat sulit dan tentunya para menteri harus memikirkan secara mendalam apa yang terjadi di sana, bagaimana kita dapat meningkatkan kebijakan kita sehubungan dengan negara-negara ini," urainya.

"Ini adalah masalah besar bagi Eropa," tandas Borrell.

Tanda-tanda kudeta di Gabon muncul hanya beberapa minggu setelah militer di Niger merebut kekuasaan dan mendirikan junta.

Diberitakan sebelumnya, sejumlah perwira militer senior yang tampil di saluran televisi Gabon 24 mengatakan hasil pemilu dibatalkan, semua perbatasan ditutup hingga pemberitahuan lebih lanjut dan lembaga-lembaga negara dibubarkan.

Para prajurit memperkenalkan diri mereka sebagai anggota Komite Transisi dan Pemulihan Institusi. Adapun lembaga-lembaga negara yang mereka nyatakan dibubarkan antara lain pemerintah, senat, majelis nasional, mahkamah konstitusi dan lembaga pemilu.

"Atas nama rakyat Gabon, kami memutuskan untuk mempertahankan perdamaian dengan mengakhiri rezim yang berkuasa saat ini," kata para perwira tersebut dalam sebuah pernyataan.

Diketahui, para perwira tersebut mengatakan mereka mewakili seluruh pasukan keamanan dan pertahanan di negara Afrika Tengah tersebut.

Ketegangan meningkat di Gabon di tengah kekhawatiran akan terjadinya kerusuhan setelah pemilihan presiden, parlemen dan legislatif pada Hari Sabtu, yang menyaksikan Bongo berusaha untuk memperpanjang kekuasaan keluarganya yang telah berlangsung selama 56 tahun.

Sementara, pihak oposisi Gabon mendorong perubahan di negara yang kaya akan minyak dan kakao namun miskin dan sering dilanda bencana tersebut.

Kurangnya pemantau internasional, penangguhan beberapa siaran luar negeri, dan keputusan pemerintah untuk memutus layanan internet serta memberlakukan jam malam secara nasional setelah pemilu, telah menimbulkan kekhawatiran mengenai transparansi proses pemilu.