JAKARTA - Ahli hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan calon legislatif (caleg) yang merupakan bekas narapidana di kasus korupsi harus diungkap ke masyarakat. Jangan sampai rekam jejak mereka tak diketahui.
"Harusnya ada informasi yang cukup. Tidak boleh ditutupi sama sekali dan bahkan harus dibesar-besarkan bagaimana rekam jejak dari setiap caleg," kata Bivitri dalam diskusi secara daring yang ditayangkan di YouTube, Rabu, 30 Agustus.
Bivitri menyebut masyarakat harus tahu caleg mana yang pernah terjerat kasus korupsi hingga diputus di pengadilan. Sebab, mereka berpotensi mengulangi perbuatannya saat kembali mendapat kekuasaan.
"Karena jangan lupa bahwa potensi diulangnya perilaku korupsi itu jadi sangat besar ketika seseorang diizinkan kembali memagang kekuasaan," tegasnya.
"Korupsi itu kan mencuri tapi dengan kekuasaan, nah, ini kita mau kasih lagi kekuasaan pada dia," sambung Bivitri.
Bukan hanya itu, potensi korupsi ini sangat mungkin terjadi karena bekas napi koruptor tahu memanfaatkan celah kerawanan. Sehingga, mereka bisa mencoba lagi dengan cara yang belum ketahuan.
"Nanti yang akan dirugikan kembali tentu saja kita sebagai publik yang seharusnya tidak lagi mendapatkan anggota legislatif yang pernah melakukan korupsi," ujar Bivitri.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkap ada 15 caleg yang maju di Pileg 2024. Temuan ini hanya berasal dari klaster DPR.
Berikut ini nama-nama dari 15 mantan napi kasus korupsi yang menjadi bakal caleg berdasarkan temuan ICW. Sembilan orang di antaranya merupakan bacaleg DPR.
1. Abdullah Puteh (nomor urut 1 - Nasdem), daerah pemilihan (dapil) Aceh II. Mantan napi korupsi kasus pembelian dua unit helikopter ketika menjabat gubernur Aceh.
2. Rahudman Harahap (nomor urut 4 - Nasdem), dapil Sumatera Utara I. Mantan napi korupsi kasus dana tunjangan aparat Desa Tapanuli Selatan saat menjadi sekda Tapanuli Selatan.
3. Abdillah (nomor urut 5 - Nasdem), dapil Sumatera Utara I. Mantan napi korupsi kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran dan penyelewengan dana APBD.
4. Budi Antoni Aljufri (nomor urut 9 – Nasdem), dapil Sulawesi Selatan II. Mantan napi korupsi kasus suap penanganan sengketa pilkada di Kabupaten Empat Lawang.
5. Eep Hidayat (nomor urut 1 – Nasdem), dapil Jawa Barat IX. Mantan napi korupsi kasus biaya pungut pajak bumi dan bangunan Kabupaten Subang tahun 2005-2008.
6. Rokhmin Dahuri (nomor urut 1 – PDIP), dapil Jawa Barat VIII. Mantan napi korupsi kasus dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan.
7. Al Amin Nasution (nomor urut 4 – PDIP), dapil Jawa Tengah VII. Mantan napi korupsi kasus penerimaan suap dari Sekretaris Daerah Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Azirwan guna memuluskan proses alih fungsi hutan lindung di Kabupaten Bintan.
8. Nurdin Halid (nomor urut 2 – Golkar), dapil Sulawesi Selatan II. Mantan napi korupsi kasus distribusi minyak goreng Bulog.
9. Susno Duadji (nomor urut 2 – PKB), dapil Sumatera Selatan II. Mantan napi korupsi kasus pengamanan Pilkada Jawa Barat 2009 dan korupsi penanganan PT Salmah Arowana Lestari.
Selain itu, ada enam mantan napi kasus korupsi yang menjadi bakal caleg DPD. Berikut adalah nama-namanya.
1. Patrice Rio Capella (nomor urut 10), dapil Bengkulu. Mantan napi korupsi kasus penerimaan gratifikasi dalam proses penanganan perkara bantuan daerah, tunggakan dana bagi hasil, dan penyertaan modal sejumlah BUMD di Sumatera Utara oleh Kejaksaan.
2. Dody Rondonuwu (nomor urut 7), dapil Kalimantan Timur. Mantan napi korupsi kasus dana asuransi 25 orang anggota DPRD Kota Bontang 2000-2004 (Saat itu Dody selaku anggota DPRD Kota Bontang).
3. Irman Gusman (nomor urut 7), dapil Sumatera Barat. Mantan napi korupsi kasus suap dalam impor gula oleh Perum Bulog.
4. Emir Moeis (nomor urut 8), dapil Kalimantan Timur. Mantan napi korupsi kasus suap proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Tarahan, Lampung tahun 2004.
5. Cinde Laras Yulianto (nomor urut 3), dapil Yogyakarta. Mantan napi korupsi kasus dana purna tugas Rp 3 miliar.
6. Ismeth Abdullah (nomor urut 8), dapil Kepulauan Riau. Mantan napi korupsi kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran tahun 2004, saat menjabat sebagai ketua Otorita Batam.