Bagikan:

JAKARTA - Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur mengatakan dirinya sudah berhadapan dengan buronan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik dan e-KTP, Paulus Tannos. Ketika itu dia diminta memimpin penangkapan tersebut.

"Saya sendiri yang diminta oleh pimpinan datang ke negara tetangga dengan informasi yang kami terima," kata Asep kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat, 11 Agustus.

Hanya saja, Asep harus pulang dengan tangan kosong meski sudah berhadapan dengan buronannya. Penyebabnya, Paulus saat itu sudah berganti identitas.

"Kami juga sudah berhadap-hadapan dengan yang bersangkutan tapi tidak bisa dilakukan eksekusi," tegasnya.

"Karena kenyataannya paspornya sudah baru di salah satu negara di Afrika dan namanya sudah lain. Bukan Paulus Tannos," sambung Asep.

Asep bilang saat itu sudah menunjukkan ke otoritas setempat bahwa orang yang di hadapannya itu adalah buronan yang dicari. "Pak, mister, ini fotonya sama. Tapi pada kenyataannya saat dilihat di dokumennya itu beda namanya dan dia bukan warga negara Indonesia," ujarnya.

Kata Asep, Paulus justru punya paspor lain yaitu dari salah satu negara di Afrika Selatan yang digunakan untuk berpergian.

"Dia (Paulus Tannos, red) punya dua kewarganegaraan karena ada negara-negara yang bisa punya dua kewarganegaraan salah satunya di negara Afrika tersebut," jelasnya.

Paulus Tannos diumumkan sebagai tersangka dalam pengembangan kasus korupsi e-KTP pada 13 Agustus 2019. Perusahaan yang dipimpinnya, PT Sandipala Arthapura diduga diperkaya Rp145,85 miliar lewat proyek tersebut.

Dalam kasus ini, Paulus diduga melakukan pertemuan untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI. Kemudian disepakati adanya fee sebesar 5 persen sekaligus skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat pada Kemendagri.