Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Kepala Badan SAR Nasional (Kabasarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi dapat uang pelicin untuk menyetujui pengaturan proses lelang. Informasi ini ditelisik dari empat saksi, salah satunya Sekertaris Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama, Saripah Nurseha.

Kepala Bagian Pemberitaan Ali Fikri bilang pemberian duit pelicin ini diawali dari proses pengaturan untuk memenangkan perusahaan tersangka Mulsunadi Gunawan.

Selain Saripah, ada tiga saksi yang dimintai keterangan penyidik yaitu Marketing PT Kindah Abadi Utama, Tommy Setyawan; serta dua staf PT Dirgantara Elang Sejati Eka Sejati Suri Dayanti dan Sony Santana.

“Para saksi hadir dan digali pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan proses settingan untuk memenangkan perusahaan tersangka MG dkk ketika mengikuti lelang proyek di Basarnas,” kata Ali dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 8 Agustus.

Pengaturan proyek untuk memenangkan Mulsunadi ini diduga disetujui Henri. Tapi, ada pemberian uang yang dilakukan.

“Ditambah dengan dugaan adanya pemberian uang pada HA dan ABC agar proses settingan dimaksud dapat disetujui,” ujar Ali.

Tak dirinci Ali berapa uang yang diberikan melalui Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto. Namun, keterangan empat saksi ini diyakini membuat terang perbuatan para tersangka di kasus suap pengadaan alat tersebut.

Diberitakan sebelumnya, komisi antirasuah baru membongkar dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas melalui operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa, 25 Juli lalu. Dari giat penindakan ini KPK mengumumkan lima orang sebagai tersangka.

Kelima tersangka itu adalah Kabasarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka penerima suap. Sementara selaku pemberi adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati, Mulsunadi Gunawan (MG), Dirut PT Intertekno Grafika Sejati Marilya dan Dirut PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.

Hanya saja, pengusutan kasus ini sempat berpolemik karena KPK dianggap melangkahi kewenangan TNI. Sebab, Henri dan Afri masih berstatus sebagai anggota aktif.

KPK pun meminta maaf dan menegaskan hanya akan mengusut tiga tersangka dari pihak swasta. Sementara, Henri dan Afri digarap oleh POM TNI dan kini sudah dijebloskan ke dalam tahanan.

Dalam kasus ini, Henri disebut menerima fee yang disebut sebagai dana komando sebesar Rp88,3 miliar dari pihak swasta sejak 2021-2023. Penerimaan ini dilakukan melalui Afri selaku bawahannya.