Kabasarnas Tersangka Korupsi Alat Deteksi Korban Reruntuhan Diduga Terima Duit Suap Rp88,3 Miliar
Penyidik KPK menunjukkan barang bukti uang suap yang menjerat Kabasarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi/FOTO: Wardhany Tsa Tsia-VOI

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Kepala Badan SAR Nasional (Kabasarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi meraup dana komando hingga Rp88,3 miliar. Duit itu dikantongi dari pihak swasta yang ingin mengerjakan proyek di lembaganya.

"Diduga mendapatkan nilai suap dari beberapa proyek di Basarnas tahun 2021 hingga 2023 sejumlah sekitar Rp88,3 miliar," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 26 Juli.

Alexander menerangkan penerimaan duit yang dilakukan Henri melalui Koorsmin Kabasarnas Afri Budi Cahyanto.

“Dan hal ini akan didalami lebih lanjut oleh tim gabungan penyidik KPK bersama dengan tim penyidik Puspom Mabes TNI," ungkapnya.

Dalam kasus suap pengadaan di Basarnas tersebut, KPK turut menetapkan tiga pihak swasta. Mereka adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Dirut PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, Dirut PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.

Kasus ini bermula saat Basarnas melaksanakan beberapa proyek pada 2023. Proyek pertama adalah pengadaan peralatan deteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.

Kedua, proyek pengadaan public safety diving equipment dengan nilai kontrak Rp17,3 miliar. Terakhir, pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha senilai Rp89,9 miliar.

Mulsunadi, Marilya, dan Roni sebagai swasta ingin mendapatkan proyek itu. Mereka melakukan pendekatan secara personal dengan Henri melalui Afri.

"Diduga terjadi deal pemberian sejumlah uang fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak," ucap Alex.

Syarat itu disebut Alexander ditentukan Henri. Ketiganya kemudian dikondisikan untuk memenangkan proyek yang mereka inginkan.

Pemberian ini kemudian disebut sebagai dana komando. Mulsunadi mentransfer uang Rp998,7 juta melalui Marilya untuk Henri.

Kemudian, Roni menyerahkan Rp4,1 miliar dengan aplikasi penyetoran bank. "Atas sejumlah uang tersebut, perusahaan MG (Mulsunadi), MR (Marilya), dan RA (Roni) dinyatakan sebagai pemenang tender," ungkap Alexander.

Akibat perbuatannya Mulsunadi, Marilya, dan Roni disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara itu, Henri dan Afri penanganannya bakal dikoordinasikan dengan Puspom TNI. Kebijakan itu didasari aturan Pasal 42 UU KPK.