Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Akhmad Syakhroza pada Selasa, 1 Agustus. Dia dicecar soal audit internal dalam pembayaran tunjangan kinerja (tukin) yang berujung dikorupsi.

"Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan pelaksanaan audit internal atas temuan pembayaran dana tukin fiktif di Kementerisan ESDM," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 2 Agustus.

Tak dirinci soal proses audit itu. Tapi, penyidik juga turut mendalami penggunaan rekening bank untuk menampung uang haram yang diterima tersangka.

Informasi itu didalami dengan memeriksa pihak swasta Teten Sudjatmika. Tabungan tersebut diduga merupakan pihak ketiga.

"Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya penggunaan rekening bank pihak tertentu untuk menyimpan pencairan dana tukin," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan 10 pegawai di Kementerian ESDM sebagai tersangka dugaan manipulasi tukin. Mereka adalah Subbagian Perbendaharaan Priyo Andi Gularso, pejabat pembuat komitmen (PPK) Novian Hari Subagio, dan staf PPK Lernhard Febrian Sirait.

Kemudian Bendahara Pengeluaran Christa Handayani Pangaribowo, PPABP Rokhmat Annashikhah, Operator SPM Beni Arianto, Penguji Tagihan Hendi, PPK Haryat Prasetyo, dan pelaksana verifikasi dan perekaman akuntansi Maria Febri Valentine, dan Bendahara Pengeluaran Kementerian ESDM Abdullah.

Mereka seharusnya mengajukan anggaran pembayaran kinerja sebesar Rp1.399.928.153 namun dimanipulasi hingga mencapai Rp29.003.205.373. Atau terjadi selisih sebesar Rp27.603.277.720

Uang selisih tersebut kemudian dibagi 10 orang yang jadi tersangka dengan nominal berbeda. Bagian paling besar diperoleh staf PPK Kementerian ESDM Lemhard Febian Sirait dengan nominal Rp10,8 miliar.

Sementara Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi Maria Febri Valentine mendapat bagian paling kecil yaitu Rp900 juta. Adapun manipulasi dilakukan dengan mengkondisikan, menyisipkan, dan melakukan pembayaran secara lebih.

Duit selisih itu kemudian digunakan untuk pemeriksa BPK, kerja sama umrah, sumbangan nikah, THR, dan pengobatan. Lalu mereka juga membeli aset berupa tanah, rumah, indoor volley, mess atlet, kendaraan, serta logam mulia.