Bagikan:

JAKARTA - Empat imigran gelap diselamatkan polisi federal Brasil saat mereka kehabisan makanan dan minuman, setelah menempuh perjalanan berisiko melintasi Samudra Atlantik dengan bersembunyi di atas kemudi kapal, beberapa meter di atas air laut.

Bertahan hidup 14 hari di ruang kecil yang terdapat di atas kemudi kapal saat menyeberangi Samudra Atlantik, mereka kehabisan makanan dan minuman pada hari kesepuluh di lautan.

Menurut penuturan keempatnya, mereka bertahan hidup selama empat hari dengan meminum air laut yang menghantam beberapa meter di bawah mereka, sebelum akhirnya diselamatkan oleh polisi federal Brasil di pelabuhan tenggara Vitoria.

Bukan perjalanan yang mudah dan singkat, dengan jarak yang harus ditempuh sejauh 5.600 kilometer, melintasi ganasnya Samudra Atlantik untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

"Ini adalah pengalaman yang mengerikan bagi saya," kata Thankgod Opemipo Matthew Yeye (38) salah satu imigran gelap asal Nigeria yang berhasil diselamatkan dalam wawancara di sebuah gereja Sao Paulo, dilansir dari Reuters 2 Agustus.

"Di atas kapal itu tidak mudah. Saya gemetar, sangat takut. Tapi saya di sini," lanjutnya.

Kelegaan mereka karena berhasil diselamatkan segera berganti dengan keterkejutan.

Keempat orang itu mengatakan, sejatinya mereka berharap bisa mencapai Eropa. Namun, mereka terkejut ketika mengetahui malah mendarat di sisi lain Atlantik, di Brasil yang berada di Benua Amerika.

Yeye, seorang pendeta pantekosta dari negara bagian Lagos, mengatakan bahwa kebun kacang tanah dan kelapa sawitnya hancur akibat banjir tahun ini, menyebabkan dia dan keluarganya kehilangan tempat tinggal. Ia berharap mereka dapat bergabung dengannya di Brasil.

Dua dari keempat imigran tersebut telah dikembalikan ke Nigeria atas permintaan mereka. Sementara, Yeye dan Roman Ebimene Friday (35) dari Negara Bagian Bayelsa, telah mengajukan permohonan suaka di Brasil.

"Saya berdoa agar pemerintah Brasil mengasihani saya," kata Friday, yang telah mencoba melarikan diri dari Nigeria dengan menggunakan kapal sebelumnya, tetapi ditangkap oleh pihak berwenang di sana.

Friday mengatakan perjalanannya ke Brasil dimulai pada tanggal 27 Juni, ketika seorang teman nelayan mengantarnya ke buritan kapal Ken Wave yang berbendera Liberia, berlabuh di Lagos dan meninggalkannya di kemudi.

Yang mengejutkannya, ia menemukan tiga orang sudah berada di sana, menunggu kapal berangkat. Friday mengaku sangat ketakutan. Dia belum pernah bertemu dengan rekan-rekan barunya di kapal, takut mereka bisa melemparkannya ke laut kapan saja.

Saat kapal mulai bergerak, Friday mengatakan keempat orang itu berusaha keras untuk tidak ketahuan oleh kru kapal, yang mereka khawatirkan akan menjadi kuburan berair bagi mereka.

"Mungkin jika mereka menangkap Anda, mereka akan melemparkan Anda ke dalam air," katanya.

"Jadi kami belajar untuk tidak membuat keributan," tandasnya.

Diketahui, menghabiskan waktu dua minggu dalam jarak jauh melintasi Samudra Atlantik sangatlah berbahaya.

Untuk mencegah diri mereka jatuh ke dalam air, Friday mengatakan mereka memasang jaring di sekeliling kemudi dan mengikatkan diri mereka dengan tali. Ketika melihat ke bawah, ia mengatakan bisa melihat "ikan-ikan besar seperti paus dan hiu."

Karena kondisi yang sempit dan suara mesin yang bising, tidur pun jarang terjadi dan berisiko. "Saya sangat senang ketika kami diselamatkan," katanya.

Terpisah, Pastor Paolo Parise, seorang pastor di tempat penampungan Sao Paulo mengatakan, ia pernah menemukan kasus-kasus penumpang gelap lainnya, tetapi tidak pernah ada yang begitu berbahaya seperti keempatnya.

Perjalanan mereka menjadi bukti betapa jauhnya orang-orang akan pergi untuk mencari awal yang baru, katanya.

"Orang-orang melakukan hal-hal yang tak terbayangkan dan sangat berbahaya," singkatnya.