JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana mengaktifkan tombol panik atau panic button untuk mencegah teror terhadap pegawainya. Niat ini dilakukan setelah operasi tangkap tangan (OTT) Badan SAR Nasional (Basarnas) menimbulkan polemik.
“Antisipasi teror, nah, kami akan kembali mengaktifkan, KPK akan mengaktifkan semacam SMS atau panic button,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kepada wartawan, Senin malam, 31 Juli.
Dengan panic button ini, Alexander bilang, pegawai yang mengalami teror bisa segera melapor. “Dia tinggal memencet atau SMS,” tegasnya.
Laporan tersebut nantinya akan ditanggapi langsung oleh komisi antirasuah. Kata Alexander, ada staf yang akan ditugaskan untuk bergerak.
“Dan untuk itu kami juga koordinasi dengan Polsek setempat untuk segera ya menindaklanjuti dari laporan pegawai yang mengalami gangguan atau apa di manapun, di rumah, di jalan atau di manapun,” tegasnya.
Sementara saat disinggung soal ada tidaknya sikap intimidasi dari pihak lain di kasus suap yang menjerat Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi, Alexander tak mau banyak bicara. “Ya itu tidak saya sampaikan di sini. Hanya menjadi catatan saja,” ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, polemik OTT Basarnas muncul setelah Puspom TNI menyatakan keberatan ketika KPK menetapkan Henri bersama Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka. Langkah ini dinilai menyalahi aturan militer.
Selanjutnya, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak meminta maaf atas penetapan itu. Katanya, penyelidik dan penyidiknya khilaf.
BACA JUGA:
Sementara itu, Henri ditetapkan sebagai tersangka sebagai buntut dari operasi tangkap tangan (OTT) di Cilangkap, Jakarta dan Jatisampurna, Bekasi pada Selasa, 24 Juli.
Ia diduga meraup fee atau yang disebut 'dana komando' hingga Rp88,3 miliar. Duit itu dikantongi dari pihak swasta yang ingin mengerjakan proyek di lembaganya sejak 2021-2023 melalui Koorsmin Kabasarnas Afri Budi Cahyanto.