Bagikan:

JAKARTA - Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan Kepala Badan SAR Nasional (Kabasarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka dipertanyakan. Sebab, tak ada surat perintah penyidikan (sprindik) yang diterbitkan saat itu.

Hal ini disampaikan eks penyidik KPK Yudi Purnomo menanggapi pernyataan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata yang menyebut hanya ada tiga sprindik atas nama tersangka pihak swasta yang diterbitkan setelah ekspose atau gelar perkara tangkap tangan di Basarnas. Sementara, Henri dan Afri suratnya akan diterbitkan oleh TNI.

“Seharusnya secara administrasi hukum ketika orang sudah diumumkan kepada publik sebagai tersangka, ketika ditetapkan pada saat gelar perkara seharusnya sudah ada sprindiknya,” kata Yudi saat berbincang dengan VOI, Senin, 31 Juli.

Yudi menerangkan secara materiil, KPK tentu sudah mengantongi bukti keterlibatan dua tentara aktif itu dalam dugaan suap pengadaan alat di Basarnas. “Tapi kembali lagi bahwa ini adalah formil,” tegasnya. 

“Jadi akan sangat tidak lazim ketika orang ditetapkan sebagai tersangka namun sprindiknya ngga ada. Inilah yang menjadi salah satu polemik,” ujar Yudi.

Diberitakan sebelumnya, polemik OTT Basarnas muncul setelah Puspom TNI menyatakan keberatan ketika KPK menetapkan Henri bersama Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka. Langkah ini dinilai menyalahi aturan militer.

Selanjutnya, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak meminta maaf atas penetapan itu. Katanya, penyelidik dan penyidiknya khilaf.

 

Sementara itu, Henri ditetapkan sebagai tersangka sebagai buntut dari operasi tangkap tangan (OTT) di Cilangkap, Jakarta dan Jatisampurna, Bekasi pada Selasa, 24 Juli.

Dia diduga meraup fee atau yang disebut 'dana komando' hingga Rp88,3 miliar. Duit itu dikantongi dari pihak swasta yang ingin mengerjakan proyek di lembaganya sejak 2021-2023 melalui Koorsmin Kabasarnas Afri Budi Cahyanto.

Selain Henri dan Afri, komisi antirasuah juga menetapkan tiga pihak swasta yang memberi uang saat operasi senyap terjadi. Mereka adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Dirut PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, Dirut PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.